Minggu, 08 November 2015

Pasar Modal Syariah



PASAR MODAL SYARI’AH

A.      Pasar Modal Syari’ah
Istilah pasar biasanya digunakan istilah bursa, exchange, dan market. Sementara untuk istilah modal sering digunakan istilah efek, securities, dan stock.[1]
Menurut Clifford Geertz, pasar berasal dari bahasa Persi, yaitu bazaar yang memiliki arti suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek masyarakat.
Dalam arti yang sempit, pasar merupakan tempat para pembeli dan penjual bertemu untuk melakukan transaksi. Hal ini berarti bahwa pembeli dan penjual bertemu pada suatu tempat tertentu untuk melakukan transaksi yang disebut dengan pasar. Sedangkan pasar dalam arti yang luas yaitu tempat melakukan transaksi antara pembeli dan penjual, di mana pembeli dan penjual tidak harus bertemu secara langsung maupun bertemu secara langsung,  melainkan melalui sarana informasi yang ada seperti sarana elektronika.[2]
Pasar Modal menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 Ayat (12) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan yang dimaksudkan dengan efek pada Pasal 1 ayat (5) adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek.[3]
Pasar modal dikenal juga dengan nama bursa efek. Bursa efek menurut Pasal 1 Ayat (4) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah pihak menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Pada tanggal 30 Oktober 2007, BES dan BEJ sudah dimerger dengan nama Bursa Efek Indonesia. Sedangkan bagi pasar modal syariah, listing-nya dilakukan di Jakarta Islamic Index yang telah diluncurkan sejak 3 Juli 2000.[4]
Menurut Tjipto Darmadji, dkk pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri.[5] Menurut Joel G. Siegel dan Jae K. Shim, pasar modal adalah pusat perdagangan utang jangka panjang dan saham perusahaan. Sedangkan menurut R.J. Shook, pasar modal merupakan sebuah pasar tempat dana-dana modal, seperti ekuitas dan utang diperdagangkan. Secara umum, pasar modal merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal.[6]
Sedangkan pasar modal syariah secara sederhana dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari MAGHRIB. Pasar modal syariah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan yang dimaksud dengan efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memnuhi prinsip-prinsip syariah.[7]

B.       Prinsip Pasar Modal Syari’ah
Pada prinsipnya, investasi syariah di pasar modal tidak terlalu berbeda dengan investasi keuangan konvensional. Namun, ada beberapa prinsip mendasar yang membedakan antara investasi syariah dan konvensional di pasar modal tersebut. Pertama, investasi di pasar modal tidak boleh mengandung unsur riba (bunga). Kedua, gharar (ketidakpastian atau spekulasi), dan ketiga maysir (judi).[8]
Menurut fatwa DSN, prinsip-prinsip syariah di pasar modal, setidaknya harus memenuhi dua kriteria, yaitu:
1.      Pasar modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutam mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah apabila telah memenuhi prinsip-prinsip syariah.
2.      Suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah.[9]
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah:
1.      Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2.      Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3.      Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4.      Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5.      Tidak ada unsur riba, maysir dan gharar (ketidakjelasan).[10]
Adapun prinsip pasar modal syariah adalah:
1.      Instrumen atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip syariah yang terbebas dari unsur riba dan gharar (ketidakpastian).
2.      Emiten yang mengeluarkan efek syariah baik berupa saham ataupunsukuk harus mentaati semua aturan syariah.
3.      Semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharapkan keuntungan dari kontrak utang piutang.
4.      Semua transaksi tidak mengandung gharar atau spekulasi.[11]

C.      Karakteristik Pasar Modal Syari’ah
Pasar modal yang ideal adalah yang memenuhi unsure “etik dan fair/transparan”, di samping adanya unsure efisien. Gambaran mengenai pasar modal yang efisien, etik, dan fair, menurut Shefrin dan Statman (1993) yang dikutip oleh Obaidullah, mengandung tujuh karakteristik sebagai berikut:[12]
1.      Bebas dari pemaksaan
2.      Bebas dari salah interpretasi
3.      Hak untuk mendapatkan informasi yang sama
4.      Hak untuk memproses informasi yang sama
5.      Bebas dari gejolak hati
6.      Hak untuk bertransaksi pada harga yang efisien
7.      Hak untuk memiliki kekuatan tawar menawar yang sama

D.      Instrumen Pasar Modal Syari’ah
Ada berbagai macam instrumen pasar modal, menurut Obaidullah instrument penting yang dapat diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut hokum Islam, diantaranya:[13]
1.      Dana mudharabah, merupakan instrument keuangan bagi investor untuk pembiayaan bersama proyek besar berdasarkan prinsip bagi hasil.
2.      Saham biasa perusahaan, saham biasa yang diterbitkan oleh perusahaan yang didirikan untuk kegiatan bisnis yang sesuai dengan Islam diperbolehkan.
3.      Obligasi muqarabah, obligasi ini diterbitkan untuk pembiayaan proyek yang menghasilkan uang atau proyek yang terpisah dari kegiatan umum perusahaan.
4.      Obligasi bagi hasil, obligasi ini diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas bisnisnya sesuai dengan syari’ah Islam dan berdasarkan prinsip bagi hasil. Jenis ini diperbolehkan.
5.      Saham preferen, saham ini memiliki hak-hak istimewa seperti dividen tetap dan prioritas dalam likuidasi. Karena ada unsure pendapatan tetap (seperti bunga), maka dilarang menurut hokum Islam, namun masih dalam perdebatan.

E.       Kriteria Investasi dalam Pasar Modal Syari’ah

Ada beberapa criteria suatu investasi dapat digolongkan sebagai investasi yang syariah, yaitu:[14]
1.      Perusahaan Industri
Perusahaan industri yang dilarang adalah perusahan-perusahan industry yang melakukan aktivitas bisnisnya melakukan pengelolaan daging no-halal, pembuatan alcohol, pabrik senjata, dan bisnis pornografi.
2.      Perusahaan dengan leverage ratio yang tinggi
Adalah perusahaan yang memiliki struktur modal atau rasio utang dengan modal sendiri melebihi 30% adalah dilarang menurut fatwa hokum Islam.
3.      Perusahaan dengan pendapatan bunga yang tinggi
Adalah perusahaan yang struktur pendapatan terdapat komponen pendapatan bunga melebihi 15%, karena ini dilarang menurut fatwa hokum Islam.
4.      Perusahaan dengan aktiva kas dan piutang yang tinggi
Adalah perusahaan yang memiliki struktur aktiva kas 100% atau piutang dagang melebihi 50% adalah dilarang menurut fatwa hokum Islam.

F.       Hukum Islam bagi Pelaku Pasar Modal

1.      Para investor
Sepanjang investor menerima pendapatan dalam bentuk dviden, maka diperbolehkan dalam Islam. Tetapi banyak investasi di bursa efek yang di dalamnya terdapat tingkat bunga tetap yang ditentukan sebelumnya, maka investasi seperti itu tidak diizinkan oleh Islam.[15]
2.      Para spekulator
Pandangan syariah mengenai sah tidaknya perilaku speculator yaitu:
a.       Spekulasi yang tidak sah menurut syariah yaitu, speculator dapat melakukan manipulasi harga saham yang berlaku di pasar yang merajalela dalam operasi bursa efek, maka rekayasa perubahan harga saham itu tidak diperbolehkan. Sebab kondisi ini pada gilirannya akan berkembang menjadi perjudian.
b.      Perbedaan keuntungan spekulatif versus keuntungan modal:
1)      Keuntungan spekulatif adalah keuntungan yang agak dimanipulasi, sedangkan keuntungan modal adalah konsekuensi alamiah dari investasi modal.
2)      Prospek investasi jelas berbeda dengan spekulasi dimasa yang akan datang.
3)      Investor dalam memperoleh keuntungan modal akan membawa pertimbangan konssekuensi jangka pendek dan jangka panjang dalam memutuskan menjual atau membeli saham. Sedangkan speculator tidak peduli dengan pertumbuhan riil pasar modal.
c.       Para pekerja dan pialang sebagai speculator
Dalam hal ini terjadi manipulasi harga saham oleh broker dan jobber kepada pelanggannya, hal ini dilarang karena Islam menekankan kejujuran sempurna dalam seluruh transaksi bisnis.
d.      Para hedger
Hedger adalah pihak yang mengatur harga melalui pembatasan sebagai alat perlindungan untuk menjaga adanya keuntungan melalui aktivitas spekulatif.
e.       Arbitraser
Arbitraser adalah pihak yang mengambil keputusan yang melakukan arbitrase. Salah satu bentuk arbitrase yaitu: arbitrase sederhana yang terjadi ketika suatu aset dibeli dan dijual secara serempak dengan harga yang lebih tinggi. Seorang arbitraser biasanya harus membawa persediaan surat berharga, karena seluruh penjualannya tidak dapat dilakukan serempak dengan pembeliannya. Oleh karena itu, arbitraser memegang persediaan yang spekulatif.

G.      Gambaran dan Perkembangan Pasar Modal Syari’ah di Indonesia

1.      Gambaran Pasar Modal Syariah di Indonesia[16]
Sejak secara resmi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia terus meningkat. Kegiatan investasi syariah telah dimulai dan diperkenalkan sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrument reksa dana syariah serta sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia.
Permasalahan mendasar yang menjadi kemdala berkembangnya pasar modal syariah di Indonesia, diantaranya belum meratanya pemahaman masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal syariah, belum ditunjangnya dengan peraturan yang memadai tentang investasi syariah di pasar modal syariah serta adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi pada sector keuangan lain.
Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan pasar modal syariah, diantaranya: perkembangan jenis instrument pasar modal syriah yang dikuatkan dengan fatwa DSN-MUI, perkembangan transaksi sesuai syariah atas instrument pasar modal syariah; perkembangan lembaga yang memantau macam dan transaksi pasar modal syariah.

2.      Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Perkembangannya secara umum ditandai oleh berbagai indikator diantaranya adalah semakin maraknya para pelaku pasar modal syariah yang mengeluarkan efek-efek syariah selain saham-saham dari Jakarta Syari’ach Index (JII). Perkembangnya di Indonesia telaha mengalami kemajuan. Beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat hingga tahun 2004, adalah telah diterbitkan 6 fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan industri pasar modal diataranya:
a.    No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham
b.    No. 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah
c.    No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
d.   No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah
e.    No. 40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
f.     No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.


KESIMPULAN

Pasar modal syariah merupakan pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari MAGHRIB. Pasar modal syariah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan yang dimaksud dengan efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memnuhi prinsip-prinsip syariah.
Menurut fatwa DSN, prinsip-prinsip syariah di pasar modal, setidaknya harus memenuhi dua kriteria, yaitu: Pasar modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutam mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah apabila telah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila teleh memperoleh pernyataan kesesuaian syariah.
Dalam pasar modal syariah terdapat tujuh karakteristik sebagai berikut: Bebas dari pemaksaan, Bebas dari salah interpretasi, Hak untuk mendapatkan informasi yang sama, Hak untuk memproses informasi yang sama, Bebas dari gejolak hati, Hak untuk bertransaksi pada harga yang efisien, dan Hak untuk memiliki kekuatan tawar menawar yang sama.
Ada berbagai macam instrumen pasar modal, menurut Obaidullah instrument penting yang dapat diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut hokum Islam, diantaranya: Dana mudharabah, Saham biasa perusahaan, Obligasi muqarabah, Saham preferen.


[1]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), h. 109.
[2]Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014), h. 182.
[3]Ibid., Andri Soemitra... h.109
[4]Ibid, h. 110.
[5]Ibid.
[6]Irham Fahmi, ibid (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 242.
[7]Ibid, h. 111-112.
[8] Abdul Aziz, Ekonomi Mikro Islam Analisis Mikro dan Makro, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h.63
[9] Ibid., Abdul Aziz... h.64
[10] Yani Mulyaningsih, Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), h.95
[11] Ibid., Yani... h.96
[12] Muhamad, Manajemen Keuangan Syari’ah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014. Cet. 1, h.552.
[13] Ibid., h.552.
[14] Ibid., Muhammad... h.561.
[15] Ibid., Muhammad... h.561.
[16] Ibid., Muhammad... h. 565.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar