PASAR MODAL SYARI’AH
A.
Pasar Modal Syari’ah
Istilah pasar biasanya digunakan istilah bursa, exchange, dan market. Sementara untuk istilah modal sering digunakan istilah
efek, securities, dan stock.[1]
Menurut Clifford Geertz, pasar berasal dari bahasa
Persi, yaitu bazaar yang memiliki
arti suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup suatu gaya umum dari
kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek masyarakat.
Dalam
arti yang sempit, pasar merupakan tempat para pembeli dan penjual bertemu untuk
melakukan transaksi. Hal ini berarti bahwa pembeli dan penjual bertemu pada
suatu tempat tertentu untuk melakukan transaksi yang disebut dengan pasar.
Sedangkan pasar dalam arti yang luas yaitu tempat melakukan transaksi antara
pembeli dan penjual, di mana pembeli dan penjual tidak harus bertemu secara
langsung maupun bertemu secara langsung,
melainkan melalui sarana informasi yang ada seperti sarana elektronika.[2]
Pasar Modal menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal Pasal 1 Ayat (12) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan efek pada Pasal 1 ayat (5) adalah surat
berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,
obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek.[3]
Pasar modal dikenal juga dengan nama bursa efek. Bursa
efek menurut Pasal 1 Ayat (4) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah
pihak menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek di antara mereka. Pada tanggal 30 Oktober 2007, BES dan
BEJ sudah dimerger dengan nama Bursa Efek Indonesia. Sedangkan bagi pasar modal
syariah, listing-nya dilakukan di Jakarta Islamic Index yang telah
diluncurkan sejak 3 Juli 2000.[4]
Menurut Tjipto Darmadji, dkk pasar modal adalah pasar
untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan
baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri.[5]
Menurut Joel G. Siegel dan Jae K. Shim, pasar modal adalah pusat perdagangan
utang jangka panjang dan saham perusahaan. Sedangkan menurut R.J. Shook, pasar
modal merupakan sebuah pasar tempat dana-dana modal, seperti ekuitas dan utang
diperdagangkan. Secara
umum, pasar modal merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli
untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal.[6]
Sedangkan pasar modal syariah secara sederhana dapat
diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam
kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari MAGHRIB. Pasar modal syariah
adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama emiten, jenis
efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Sedangkan yang dimaksud dengan efek syariah adalah
efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar
Modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memnuhi
prinsip-prinsip syariah.[7]
B.
Prinsip Pasar Modal Syari’ah
Pada prinsipnya, investasi syariah di pasar modal tidak
terlalu berbeda dengan investasi keuangan konvensional. Namun, ada beberapa
prinsip mendasar yang membedakan antara investasi syariah dan
konvensional di pasar modal tersebut. Pertama, investasi di pasar modal tidak
boleh mengandung unsur riba (bunga). Kedua, gharar (ketidakpastian
atau spekulasi), dan ketiga maysir (judi).[8]
Menurut fatwa DSN, prinsip-prinsip syariah di pasar modal,
setidaknya harus memenuhi dua kriteria, yaitu:
1. Pasar modal
beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutam mengenai emiten, jenis efek yang
diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah apabila
telah memenuhi prinsip-prinsip syariah.
2. Suatu efek
dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah
memperoleh pernyataan kesesuaian syariah.[9]
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus
diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait)
adalah:
1. Tidak
mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara
mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2. Tidak
mendzalimi dan tidak didzalimi.
3. Keadilan
pendistribusian kemakmuran.
4. Transaksi
dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5. Tidak ada
unsur riba, maysir dan gharar (ketidakjelasan).[10]
Adapun prinsip pasar modal syariah adalah:
1. Instrumen
atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip syariah yang
terbebas dari unsur riba dan gharar (ketidakpastian).
2. Emiten yang
mengeluarkan efek syariah baik berupa saham ataupunsukuk harus
mentaati semua aturan syariah.
3. Semua efek
harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharapkan keuntungan
dari kontrak utang piutang.
4. Semua
transaksi tidak mengandung gharar atau spekulasi.[11]
C.
Karakteristik Pasar Modal Syari’ah
Pasar modal yang ideal
adalah yang memenuhi unsure “etik dan fair/transparan”, di samping adanya
unsure efisien. Gambaran mengenai pasar modal yang efisien, etik, dan fair,
menurut Shefrin dan Statman (1993) yang dikutip oleh Obaidullah, mengandung
tujuh karakteristik sebagai berikut:[12]
1.
Bebas dari pemaksaan
2.
Bebas dari salah interpretasi
3.
Hak untuk mendapatkan informasi yang sama
4.
Hak untuk memproses informasi yang sama
5.
Bebas dari gejolak hati
6.
Hak untuk bertransaksi pada harga yang efisien
7.
Hak untuk memiliki kekuatan tawar menawar yang sama
D.
Instrumen Pasar Modal Syari’ah
Ada berbagai macam instrumen
pasar modal, menurut Obaidullah instrument penting yang dapat diperdagangkan
sebagai hasil pemikiran menurut hokum Islam, diantaranya:[13]
1.
Dana mudharabah, merupakan instrument keuangan bagi
investor untuk pembiayaan bersama proyek besar berdasarkan prinsip bagi hasil.
2.
Saham biasa perusahaan, saham biasa yang diterbitkan
oleh perusahaan yang didirikan untuk kegiatan bisnis yang sesuai dengan Islam
diperbolehkan.
3.
Obligasi muqarabah, obligasi ini diterbitkan untuk
pembiayaan proyek yang menghasilkan uang atau proyek yang terpisah dari
kegiatan umum perusahaan.
4.
Obligasi bagi hasil, obligasi ini diterbitkan oleh
perusahaan yang aktivitas bisnisnya sesuai dengan syari’ah Islam dan
berdasarkan prinsip bagi hasil. Jenis ini diperbolehkan.
5.
Saham preferen, saham ini memiliki hak-hak istimewa
seperti dividen tetap dan prioritas dalam likuidasi. Karena ada unsure
pendapatan tetap (seperti bunga), maka dilarang menurut hokum Islam, namun
masih dalam perdebatan.
E.
Kriteria Investasi dalam Pasar Modal Syari’ah
Ada beberapa criteria suatu
investasi dapat digolongkan sebagai investasi yang syariah, yaitu:[14]
1.
Perusahaan Industri
Perusahaan industri yang dilarang adalah perusahan-perusahan industry yang melakukan
aktivitas bisnisnya melakukan pengelolaan daging no-halal, pembuatan alcohol,
pabrik senjata, dan bisnis pornografi.
2.
Perusahaan dengan leverage ratio yang tinggi
Adalah perusahaan yang memiliki struktur modal atau
rasio utang dengan modal sendiri melebihi 30% adalah dilarang menurut fatwa
hokum Islam.
3.
Perusahaan dengan pendapatan bunga yang tinggi
Adalah perusahaan yang struktur pendapatan terdapat
komponen pendapatan bunga melebihi 15%, karena ini dilarang menurut fatwa hokum
Islam.
4.
Perusahaan dengan aktiva kas dan piutang yang tinggi
Adalah perusahaan yang memiliki struktur aktiva kas
100% atau piutang dagang melebihi 50% adalah dilarang menurut fatwa hokum
Islam.
F.
Hukum Islam bagi Pelaku Pasar Modal
1.
Para investor
Sepanjang investor menerima pendapatan dalam bentuk
dviden, maka diperbolehkan dalam Islam. Tetapi banyak investasi di bursa efek yang di dalamnya terdapat
tingkat bunga tetap yang ditentukan sebelumnya, maka investasi seperti itu
tidak diizinkan oleh Islam.[15]
2.
Para spekulator
Pandangan syariah mengenai sah tidaknya perilaku
speculator yaitu:
a.
Spekulasi yang tidak sah menurut syariah yaitu,
speculator dapat melakukan manipulasi harga saham yang berlaku di pasar yang
merajalela dalam operasi bursa efek, maka rekayasa perubahan harga saham itu
tidak diperbolehkan. Sebab kondisi ini pada gilirannya akan berkembang menjadi
perjudian.
b.
Perbedaan keuntungan spekulatif versus keuntungan
modal:
1)
Keuntungan spekulatif adalah keuntungan yang agak
dimanipulasi, sedangkan keuntungan modal adalah konsekuensi alamiah dari
investasi modal.
2)
Prospek investasi jelas berbeda dengan spekulasi
dimasa yang akan datang.
3)
Investor dalam memperoleh keuntungan modal akan
membawa pertimbangan konssekuensi jangka pendek dan jangka panjang dalam
memutuskan menjual atau membeli saham. Sedangkan speculator tidak peduli dengan
pertumbuhan riil pasar modal.
c.
Para pekerja dan pialang sebagai speculator
Dalam hal ini terjadi manipulasi harga saham oleh
broker dan jobber kepada pelanggannya, hal ini dilarang karena Islam menekankan
kejujuran sempurna dalam seluruh transaksi bisnis.
d.
Para hedger
Hedger adalah pihak yang mengatur harga melalui
pembatasan sebagai alat perlindungan untuk menjaga adanya keuntungan melalui aktivitas
spekulatif.
e.
Arbitraser
Arbitraser adalah pihak yang mengambil keputusan
yang melakukan arbitrase. Salah satu bentuk arbitrase yaitu: arbitrase
sederhana yang terjadi ketika suatu aset dibeli dan dijual secara serempak
dengan harga yang lebih tinggi. Seorang arbitraser biasanya harus membawa
persediaan surat berharga, karena seluruh penjualannya tidak dapat dilakukan
serempak dengan pembeliannya. Oleh karena itu, arbitraser memegang persediaan
yang spekulatif.
G.
Gambaran dan Perkembangan Pasar Modal Syari’ah di
Indonesia
1.
Gambaran Pasar Modal Syariah di Indonesia[16]
Sejak secara resmi Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah tanggal
14 dan 15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam
dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), perkembangan
dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia terus
meningkat. Kegiatan investasi syariah telah dimulai dan diperkenalkan sejak
pertengahan tahun 1997 melalui instrument reksa dana syariah serta sejumlah
fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal
Indonesia.
Permasalahan mendasar yang
menjadi kemdala berkembangnya pasar modal syariah di Indonesia, diantaranya
belum meratanya pemahaman masyarakat
Indonesia tentang investasi di pasar modal syariah, belum ditunjangnya dengan
peraturan yang memadai tentang investasi syariah di pasar modal syariah serta
adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal dibutuhkan biaya
yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi pada sector
keuangan lain.
Hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan pasar modal syariah, diantaranya: perkembangan jenis instrument
pasar modal syriah yang dikuatkan dengan fatwa DSN-MUI, perkembangan transaksi
sesuai syariah atas instrument pasar modal syariah; perkembangan lembaga yang
memantau macam dan transaksi pasar modal syariah.
2.
Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Perkembangannya secara umum ditandai oleh berbagai indikator diantaranya adalah
semakin maraknya para pelaku pasar modal syariah yang mengeluarkan efek-efek
syariah selain saham-saham dari Jakarta Syari’ach Index (JII). Perkembangnya di Indonesia telaha
mengalami kemajuan. Beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang
patut dicatat hingga tahun 2004, adalah telah diterbitkan 6 fatwa DSN-MUI yang
berkaitan dengan industri pasar modal diataranya:
a.
No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham
b.
No. 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan
Investasi Untuk Reksa Dana Syariah
c.
No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
d.
No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Mudharabah
e.
No. 40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
f.
No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah
Ijarah.
KESIMPULAN
Pasar modal syariah merupakan pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari MAGHRIB. Pasar modal syariah
adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama emiten, jenis
efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Sedangkan yang dimaksud dengan efek syariah adalah
efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar
Modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memnuhi
prinsip-prinsip syariah.
Menurut fatwa DSN,
prinsip-prinsip syariah di pasar modal, setidaknya harus
memenuhi dua kriteria, yaitu: Pasar modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya
terutam mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme
perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah apabila
telah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Suatu efek dipandang telah
memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila teleh memperoleh
pernyataan kesesuaian syariah.
Dalam pasar modal syariah terdapat tujuh karakteristik sebagai
berikut: Bebas dari pemaksaan, Bebas dari salah
interpretasi, Hak untuk mendapatkan
informasi yang sama, Hak untuk memproses informasi
yang sama, Bebas dari gejolak hati, Hak untuk bertransaksi pada harga yang efisien, dan Hak untuk memiliki kekuatan tawar menawar yang sama.
Ada berbagai macam instrumen pasar modal,
menurut Obaidullah instrument penting yang dapat diperdagangkan sebagai hasil
pemikiran menurut hokum Islam, diantaranya: Dana mudharabah, Saham biasa perusahaan, Obligasi muqarabah, Saham preferen.
[1]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
(Jakarta: Kencana, 2009), h. 109.
[8] Abdul Aziz, Ekonomi Mikro Islam Analisis Mikro dan Makro, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2008), h.63
[10] Yani
Mulyaningsih, Kriteria
Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian, (Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2008), h.95
[12] Muhamad, Manajemen
Keuangan Syari’ah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014. Cet. 1, h.552.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar