KUMPULAN TEORI-TEORI MANAJEMEN KEUANGAN
1.
Agency Theory (Teori Agensi)
Jensen & Meckling (1976)
mendefinisikan teori agensi sebagai pemisahan antara kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan akan selalu diikuti oleh munculnya biaya akibat tidak
adanya keselarasan kepentingan pemilik dan pengelola. Biaya tersebut yang
dinamakan Agency Cost.
Agency Theory memiliki asumsi bahwa
masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri
sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.
Shaw (2003) memandang bahwa manajemen
perusahaan sebagai “agents” bagi para
pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya
sendiri.
Sumber:
Jensen, M.C & Meckling, W.H.
1976. Theoryof the Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics.
3(4): 350-360.
Shaw, J.C. 2003. Corporate Governance and Risk: A
System Approach, John Wiley & Sons, Inc, New Jersey.
2.
Arbitrase Theory
Kuncoro (2001:131) menyatakan arbitrase adalah membeli dan menjual mata
uang di pasar yang berbeda dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang pasti
dari perbedaan antara harga jual dan harga beli.
Madura (1989:158-165) membagi arbitrase
dalam 3 macam yaitu locational arbitrage
(terjadi bila kurs berbeda antarlokasi pasar valas), triangular arbitrage (terjadi bila terdapat perbedaan dalam kurs
silang), covered interest arbitrage (terjadi
bila ada perbedaan suku bunga antara dua Negara tidak dicerminkan secara tepat
oleh premi forward).
Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar
Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
Madura, J. 1989. International Financial Management, 2
Edition, West Publishing Company, St. Paul.
2. Corporate Governance
Theory
FCGI
(2000) mendefinisikan konsep corporate governance sama dengan Cadbury commite,
yaitu seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara stockholder, pengurus
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka. Prinsip good governance menurut KNKG (2006:507)
meliputi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran
dan kesetaraan.
Sumber:
Forum of
Corporate governance in Indonesia (FCGI). 2000. The Role of the Board of
Commisioners and the Audit Commite in Corporate Governance. www.fcgi.or.id
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006.
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
3. Economic Value Added (EVA)
Economic Value
Added merupakan suatu konsep pengukuran
kinerja keuangan perusahaan yang dapat mengevaluasi keuntungan sebenarnya yang
dihasilkan perusahaan (EVA is a financial
measure used to evaluate a company’s true profit). Konsep Economic Value Added-EVA pertama kali dicetuskan oleh G Bennet Stewart dan Joel M Stern dari
Stern Stewart &Co sebuah perusahaan konsultan manajemen keuangan yang
berkantor pusat di New York, USA. Definisi Economic Value Added-EVA menurut
Bennet Stewart dalam situsnya
(www.EVA.com) adalah ukuran kinerja keuangan yang paling jelas menggambarkan
keuntungan ekonomi sesungguhnya dari suatu perusahaan dibandingkan ukuran
lainnya.
(Mirza, Teuku, 1997)
mengungkapkan beberapa keunggulan yang dimiliki Economic Value Added-EVA yang
menyebabkannya semakin populer digunakan antara lain :
1. Secara konseptual
Economic Value Added-EVA lebih unggul daripada alat ukur tradisional
2. Economic Value Added-EVA
dapat digunakan untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi tingkat pengembalian
kegiatan atau proyek.
3. Economic Value Added-EVA
dapat digunakan sebagai tolok ukur atau kriteria pemberian bonus kepada
karyawan dan manajer.
4. Tidak seperti ukuran
tradisional, Economic Value Added-EVA bisa berdiri sendiri tanpa perlu adanya perbandingan
dengan perusahaan sejenis dan analisis kecenderungan. Konsep ini lebih
menekankan pada besarnya cot of capital-biaya modal.
Sumber:
Mirza,Teuku. 1997. Konsep EVA
: Pendukung Untuk Menentukan Nilai Riil Perusahaan dan Kinerja Riil Manajemen, Manajemen
dan Usahawan. Januari.
Stewart, G Bennet. 1990. The
quest for Value: The EVATM Management Guide, Harper Business, New York.
4. Eksposur
Fluktuasi Nilai Tukar
3. Keynes dan
Friedman
KEYNES
|
FRIEDMAN
|
Permintaan efektif
Merupakan focus kebijakan yang utama
|
Penawaran uang (money supply)
Merupakan focus
kebijakan yanh utama
|
Kebijakan moneter
Tidak signifikan: mengajukan tingkat
bunga rendah
|
Kebijakan moneter
Amat penting:
menganjurkan pertumbuhan jumlah uang beredar dan tingkat bunga riil yang
konstan
|
Kebijakan fiscal dan Anggaran
·
Instrumen utama menentang kebijakan moneter
·
Menganjurkan anggaran yang tidak seimbang (diskriminasi)
|
Kebijakan fiscal dan Anggaran
·
Menentang kebijakan anggaran dan fiscal yang deficit
·
Manganjurkan anggaran berimbang (netral)
|
Tingkat kesempatan kerja harus
terkendali
|
Mentoleransi tingkat pengangguran
yang “alami” (natural)
|
Upah dikendalikan
Terutama jika terdapat kesenjangan
inflasioner (inflationary gap)
|
Tingkat upah
Ditentukan oleh
permintaan dan penawaran
|
Mekanisme pasar
Diasumsikan tidak stabil/ekuilibirium dan terjadi keseimbangan
|
Mekanisme pasar
Diasumsikan
stabil/ekuilibirium dalam jangka panjang dan terdapat pemerataan kesempatan
|
Intervensi Negara
·
Manajemen sisi permintaan yang permanen
·
Sisi penawaran Negara mengikuti dan mempermudah
|
Intervensi Negara
Minimal dan
campur tangan dikurangi
|
Sektor public
·
Memainkan peran permintaan yang aktif
·
Mengurangi pengeluaran dengan inflasi
|
Sektor public
Dikurangi dan
jika mungkin “dihilangkan” dengan swastanisasi pengeluaran public dan
perusahaan milik negara
|
Kurs
Terkendali dan dapat disesuaikan
|
Kurs
Mengambang (floating)
|
Sumber: Holland
(1987:28)
Holland, Stuart. 1987. The Global Economy: From Meso to Macro-economics, Weidenfeld and
Nicolson. London.
4. Market Based View (Contigency
Theory)
Ginsberg &
Ventkatraman (1985), Luthans & Stewart (1997), Fisher (1998), Dickinson
& Ramaseshan (2004), dan Ray (2004) memaparkan pendekatan
market based view menjelaskan bahwa
perusahaan melakukan diversifikasi dengan motivasi untuk mengatasi kompleksitas
persaingan yaitu membangun kekuatan finansial dan efisiensi biaya. Selanjutnya
pedekatan market based view merupakan
bagian dari contingency theory.
Berdasarkan
konsteks MBV sebenarnya diversifikasi dilakukan adalah untuk mengatasi
persaingan dengan cara membangun kekuatan pasar pada akhirnya tujuan dari
pendekatan ini untuk efisiensi biaya dan membangun kekuatan financial.
5. Keunggulan
Komparatif
Kuncoro (2001:52-53) menyatakan teori keunggulan komparatif menekankan bahwa
spesialisasi dapat meningkatkan efisiensi produk. Teori keunggulan komparatif
menurut Bertil Ohlin menyatakan bahwa factor penentu keunggulan komparatif adalah
keunggulan relative dalam factor
endowment, yaitu ketersediaan relatif berbagai input yang dibutuhkan dalam
proses produksi, baik berasal dari sumber daya alam, tenaga kerja, dan modal. Teori
keunggulan komparatif menurut Michael
Porter dan Paul Krugman,
pendapat keduanya menentang pendapat bertil ohlin yang menekankan bahwa
keunggulan komparatif terjadi secara alamiah, sedangkan Porter dan Krugman
menegaskan keunggulan ini dapat diciptakan.
Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen
Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua.
BPFE: Yogyakarta.
6. Konvertibilitas Mata Uang
Kuncoro (2001:20) menjelaskan konsep konvertibilitas mata uang berkaitan
erat dengan perbedaan antara hard dan
soft currencies. Ciri-ciri mata uang
yang tergolong hard currency apabila
mata uang Negara tersebut; (1) secara luas diterima sebagai bukti pembayaran
internasional dan digunakan sebagai alat tukar dalam transaksi internasional,
(2) adanya suatu pasar yang bebas dan aktif bagi mata uang tersebut, (3)
relatif minimnya restriksi dalam mentransfer mata uang ini ke dalam dank e luar
Negara asalnya. Sedangkan mata uang soft
currency ciri-cirinya berkebalikan dengan mata uang hard currency.
Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan
Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE:
Yogyakarta.
7.
Efisiensi Pasar
Fama (dalam Kuncoro, 2001:210) menyatakan bahwa pasar yang efisien terdiri atas
“sejumlah pelaku, yang rasional dan aktif selalu mengejar laba maksimal,
bersaing satu dengan lain dalam memprediksi nilai pasar dari suatu surat
berharga di masa mendatang, dan dimana informasi saat ini yang penting tersedia
hampir secara bebas bagi semua pelaku pasar.
Istilah “efisiensi” yang digunakan
dalam pasar keuangan mencakup efisiensi
alokatif, operasioanl, dan penentuan harga (Tucker, et al., 1991:46).
Efisiensi alokasi berarti bahwa
alokasi sumberdaya telah berada dalam kondisi yang optimal, dan perubahan lebih
lanjut dari alokasi sumberdaya tersebut tidak akan memperbaiki kesejahteraan
pelaku ekonomi. Efisiensi operasional berarti
bahwa efisiensi dicapai bila transaksi dilakukan dengan biaya transaksi yang
minimum. Efisiensi penentuan harga lebih memperhatikan apakah harga suatu
asset sama dengan nilai ekonomi intrinsiknya.
Sumber:
Fama, E.F. 1965. The
Behaviour of Stock Market Prices. Journal
of Business, no. 38:34-105.
Tucker, A.L.,
Madura, J., dan Chiang, T.C. 1991. International
Financial Markets, West Publishing Company, S. Paul.
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar
Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
8.
Manajemen Laba
Schipper (1989) (dalam Markarian, 2008)
menyatakan manajemen laba adalah intervensi yang sengaja dilakukan atas proses
pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk memperoleh beberapa keuntungan
pribadi.
Scott (2009) mendifinisikan manajemen
laba sebagai pilihan manajer terhadap kebijakan akuntansi, atau tindakan yang
mempengaruhi laba sehingga dapat mencapai tujuan tertentu dari laba yang
dilaporkan tersebut.
Perilaku manajemen laba dapat
dijelaskan melalui Positive Accounting
Theory dan Agency Theory. Tiga
hipotesis PAT yang dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang
dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1990): The
Bonus Plan Hypothesis, The Debt to
Equity Hypothesis, dan The Political
Cost Hypothesis.
Sumber:
Markarian, G.,
Pozza, L., Prencipe, A. 2008. Capitalization of R&D and Earnings
Management: Evidence from Italian Listed Companies. The International Journal of Accounting 43, pp.246-267.
Scott, W.R. 2009. Financial Accounting Theory, Fifth Edition.
Prentice Hall. Toroto.
9.
Paritas Daya Beli (PPP)
Baillie dan McMahon (dalam Kuncoro, 2001:193-194) menyatakan PPP
menghubungkan kurs dengan harga-harga komoditi dalam mata uang lokal di pasar
internasional, yaitu bahwa kurs valas akan cenderung menurun dalam
proporsi yang sama dengan laju kenaikan
harga. Pada intinya PPP menekankan hubungan jangka panjang antara kurs dan
harga-harga komoditi secara relatif. Dari sisi manajemen, PPP sering digunakan
untuk memprediksi kurs masa mendatang dengan tujuan yang bermacam-macam, mulai
dari menentukan denominasi mata uang bagi utang-utang perusahaan yang berjangka
panjang hingga menentukan ke Negara mana perusahaan harus mendirikan pabrik.
·
Asumsi-asumsi yang mendasari
teori PPP, antara lain; (1) semua barang merupakan barang yang diperdagangkan
di pasar internasional tanpa dikenai biaya transportasi, (2) tidak ada bea
masuk, kuota, ataupun hambatan lain dalam perdagangan internasional, (3) barang
luar negeri dan barang domestic adalah homogeny secara sempurna untuk
masing-masing barang, (4) adanya kesamaan indeks harga yang digunakan untuk
menghitung daya beli mata uang asing dan domestic, terutama tahun dasar yang
digunakan dan elemen indeks harganya.
·
Teori paritas daya beli ada dua
versi; (1) PPP versi absolut, menerangkan bahwa kurs spot ditentukan oleh harga
relatif dari sejumlah barang yang sama (ditunjukkan oleh indeks harga), (2) PPP
versi relatif, menerangkan persentase perubahan kurs nominal akan sama dengan
perbedaan inflasi di antara kedua Negara.
Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar
Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
10. Paritas Suku Bunga
Kuncoro (2001:198) doktrin paritas suku
bunga menjelaskan bahwa perbedaan suku bunga antara dua Negara akan sama dengan
premi forward dari kurs valas.
Asumsi yang melandasi paritas suku
bunga adalah bahwa pasar asset merupakan pasar yang efisien. Karena itu paritas
ini dapat diterapkan untuk investasi dan pinjaman internasional. Logikanya, untuk
proyek investasi, investor membandingkan hasil dari pasar domestic dengan hasil
dari pasar internasional, dimana yang terakhir adalah hasil dari asset luar
negeri ditambah premi forward.
Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar
Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
11. Paritas Fisher Internasional
Kuncoro (2001:201) menjelaskan bahwa jika syarat PPP dimasukkan dalam
syarat paritas fisher, terlihat bahwa harapan perubahan kurs berhubungan dnegan
perbedaan suku bunga. Inilah yang disebut paritas fisher internasional, yaitu
bahwa kurs spot akan berubah dalam jumlah yang sama namun dengan arah yang
berkebalikan dengan perbedaan suku bunga antara dua Negara. Teori
ini menggunakan tingkat suku bunga sebagai pengganti perbedaan inflasi, untuk
menjelaskan mengapa kurs berubah sepanjang waktu, tetapi teori ini sangat erat
kaitannya dengan teori PPP, karena suku bunga sering kali sangat terkait dengan
tingkat inflasi.
Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar
Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
12. Pecking Order Theory
Pada tahun 1984, Stewart C. Myers dalam Journal of Finance volume 39 dengan
judul The Capital Structure Puzzle,
menyatakan bahwa ada semacam tata urutan (pecking order) bagi perusahaan dalam
menggunakan modal (Ogden, Jen, and
O’Connor, 2003, 116). Teorinya menjelaskan bahwa perusahaan lebih
mengutamakan pendanaan ekuitas internal (menggunakan laba yang ditahan)
daripada pendanaan ekuitas eksternal (menerbitkan saham baru). Hal itu
disebabkan penggunaan laba yang ditahan lebih murah dan tidak perlu
mengungkapkan sejumlah informasi perusahaan (yang harus diungkapkan dalam
prospektus saat menerbitkan obligasi dan saham baru). Apabila perusahaan
membutuhkan pendanaan eksternal, pertama kali akan menerbitkan hutang sebelum
menerbitkan saham baru. Penerbitan saham baru menduduki urutan terakhir sebab
penerbitan saham baru merupakan tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan calon
investor tentang kondisi perusahaan saat sekarang dan prospek mendatang yang
tidak baik.
Halomoan
dan Djakman (2000) menyebutkan bahwa teori
pecking order itu tidak dapat menjelaskan secara keseluruhan struktur
modal yang diobservasi dalam praktiknya, yaitu teori ini mengabaikan
pentingnya agency problem yang akan muncul jika perusahaan memelihara financial clack dalam jumlah yang besar.
Sumber:
Ogden, Joseph P., Frank C. Jen, Philip F. O’Connor. 2003. Advance Corporate Finance, Policies and
Strategies, Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.
9.
Portofolio (teori)
Teori portofolio
yang dikemukakan Markowitz dikenal dengan model Markowitz, memberikan suatu
cara bagaimana berinvestasi dengan efisien dan optimal., yaitu dengan membentuk
portofolio optimal. Tujuan membentuk portofolio optimal adalah untuk memenuhi
prinsip dalam berinvestasi
“Memperoleh imbal hasil (return) pada
tingkat yang dikehendaki dengan resiko yang paling minimum”. Untuk meminimumkan
resiko, perlu dilakukan diversifikasi dalam berinvestasi, yaitu membentuk
portofolio atau meng-investasikan dana tidak hanya disatu asset saja melainkan
kebeberapa asset. Permasalahannya adalah berapa besar proporsi dana harus
diinvestasikan pada masing-masing asset agar diperoleh tingkat imbal hasil yang
dikehendaki dengan resiko yang paling minimum. Harry Markowitz mengemukakan
model matematik untuk menjawab
permasalahan tersebut.
(BUKU
SUDAH ADA)
10. Resource Based View (RBV) Theory
Teece (1997) dan Barney (1991) berasumsi bahwa perusahaan melakukan upaya-upaya
manajerial untuk mengarahkan pada SCA. Penrose tahun 1959 memberikan perhatian
bahwa perusahaan sebagai kumpulan kombinasi sumber daya, sehingga muncul the
growth of the firm theory. Teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan
perusahaan dibatasi oleh peluang yang eksis sebagai fungsi sekumpulan sumber
daya produktif yang dimiliki perusahaan. Teori penrose ini yang melahirkan RBV
yang kemudian menjadi salah satu pendekatan yang paling dominan untuk analisis
SCA.
David (2003:180) menjelaskan pendekatan
RBV untuk memperoleh keunggulan bersaing meyakini bahwa sumber daya internal
lebih penting dari perusahaan daripada factor eksternal dalam upaya untuk
meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif.
Jadi, inti pendekatan RBV ini adalah
bahwa mekanisme pengendalian lebih ditunjukan pada manajemen internal untuk
menciptakan alokasi sumber daya secara lebih efisien dan mengadopsinya sebagai
keunggulan kompetitif.
Sumber:
Barney, Jay. 2002. Gaining and Sustaining Competitive
Adventage, Second Edition, Prentice Hall.
David, Fred. R.
2003. Strategik Management: Concepts and
Cases. 8th Edition, Internasional Edition, Prentice Hall Pearson
education, Inc. Upper Saddle River. New Jersey.
Teece, D. J.,
Pisano, G., Shuen, A. 1997. Dynamic Capabilities and Strategic Management. Strategic Management Journal. 18(7):
509-533.
11. Siklus Produk
Kuncoro (2001:54) teori siklus produk menekankan bahwa perkembangan hidup
suatu produk mengikuti siklus yang terdiri dari empat tahap, (1) masa awal
perusahaan baru mulai memperkenalkan produk, (2) masa pertumbuhan, (3) masa
kematangan, dan (4) masa proses penurunan.
Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global.
Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
11. Signaling Effects
Teori ini didasarkan pada
premis bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi
perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer,
sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada informasi
yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham.
Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat
membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai
perusahaan berubah. Dengan kata lain, terjadi pertanda atau sinyal (signaling).
Stephen A. Ross pada tahun 1977 dalam Bell Journal of Economics volume 8 dengan
judul The Determinants of Financial
Structure: the Incentive Signaling Approach, menyatakan bahwa ketika perusahaan
menerbitkan hutang baru, menjadi tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan
investor potensial tentang prospek perusahaan di masa mendatang mengalami
peningkatan (Megginson, 1997, 342).
Dasar pertimbangannya adalah: penambahan hutang berarti keterbatasan arus kas
dan biaya-biaya beban keuangan juga meningkat, dan manajer hanya akan
menerbitkan hutang baru yang lebih banyak bila mereka yakin perusahaan kelak
dapat memenuhi kewajibannya.
Penelitian lain memperlihatkan bahwa penerbitan saham baru akan
menjurus pada tanggapan harga saham negatif, dan pembelian kembali saham yang
beredar akan menjurus pada tanggapan harga saham positif (Siaw, 1999). Dasar
pertimbangannya adalah: pemegang saham dan investor potensial menganggap
penerbitan saham baru merupakan cara manajer untuk mengurangi kepemilikannya
atas perusahaan yang peruntungannya jelek (bad
fortune), sedangkan pembelian kembali saham yang beredar dianggap sebagai
cara manajer untuk menikmati kepemilikannya yang besar atas perusahaan yang
peruntungannya bagus (good fortune).
Sumber:
Megginson, William L., 1997, Corporate Finance Theory,
Massachusetts: Addison-Wesley.
Ross, Stephen A, 1977, the Determination of Financial Structure: the
Incentive-Signaling Approach, the Bell
Journal of Economics, 8/1, 23 – 40.
Siaw Peng Wan, 1999, Corporate Finance: Capital Structure
Decision, Working paper, University of
Illinois at Urbana-Champaign, 1 – 28.
11. Struktur Modal
Franco Modigliani dan
Merton Miller adalah bapak dari teori struktur
modal (Groth and Anderson, 1997). Pada tahun 1958, dalam American Economic
Review 48 (1958, June) yang berjudul The
Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment, mereka
mengemukakan teori struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin
terjadi, akan tetapi sangat membantu dalam memahami bagaimana perusahaan
menentukan bauran pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar
(Siaw, 1999). Asumsi-asumsi yang mendasari adalah (Megginson, 1997:316):
a.
Semua aktiva berujud dimiliki oleh perusahaan.
b. Pasar modal sempurna (tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi,
dan tidak ada biaya kebangkrutan).
c. Perusahaan hanya dapat
menerbitkan dua macam sekuritas, yakni ekuitas yang berisiko dan hutang bebas
(tanpa) risiko.
d. Individu maupun perusahaan
dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat suku bunga bebas risiko.
e. Para investor mempunyai
ekspektasi yang sama (homogen) terhadap keuntungan perusahaan di masa
mendatang.
f. Semua perusahaan tidak mengalami pertumbuhan (arus kas
diasumsikan konstan dan perpetual, dan semua laba dibagikan dalam bentuk
dividen).
g. Semua perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok
kembalian, dan kembalian saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut
adalah proporsional.
Teori MM 1 (no tax): menganalisis leverage dengan asumsi tidak
terdapat pajak penghasilan perusahaan dan perseorangan. Asumsi yang
mendasari; (1) tidak ada biaya broker,
(2) Tidak ada pajak, (3)Tidak ada biaya kebangkrutan, (4) Investor dapat
meminjam pada tingkat yang sama sebagai perusahaan, (5) Semua investor memiliki
informasi yang sama seperti manajemen tentang peluang investasi masa depan
perusahaan, dan (6)EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang.
MM 2 (Effect of corporate tax):
leverage akan meningkatkan nilai
perusahaan. Hal ini terjadi karena bunga merupakan tax deductible expenses,
oleh karena itu leverage firm’s operating income mengair ke investor.
Sumber:
Modigliani, Franco, and Miller, Merton H., 1958, The Cost of
Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment, the American Economic
Review, 48/3, 261 – 297.
Modigliani, Franco, and Miller, Merton H., 1963, The Cost of
Capital, Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A Correction, the American Economic Review, 53/3, 433 – 443.
Megginson, William L., 1997, Corporate Finance Theory,
Massachusetts: Addison-Wesley.
Expectation theory ga ada ya ? ...
BalasHapusSaya akan sangat merekomendasikan layanan pinjaman Mr Pedro kepada siapa pun yang membutuhkan bantuan keuangan, dan mereka akan membuat Anda tetap di atas direktori tinggi untuk kebutuhan lebih lanjut. Sekali lagi, saya memuji diri Anda dan staf Anda untuk layanan dan layanan pelanggan yang luar biasa, karena ini adalah aset besar bagi perusahaan Anda dan pengalaman yang menyenangkan bagi peminjam seperti saya. Berharap yang terbaik untuk masa depan Anda. Pak Pedro adalah cara terbaik untuk mendapatkan pinjaman mudah, ini email mereka. pedroloanss@gmail.com Atau WhatsApp: +18632310632 Terima kasih telah membantu saya dengan pinjaman sekali lagi dengan tulus hati saya selamanya berterima kasih.
BalasHapusAnda dapat menghubungi Mr Pedro Jerome untuk bantuan keuangan berikut seperti Home Loan, Car Loan, Business Loan, Personal Loan, Merchant Loan, Loan.