PERKEMBANGAN PEMIKIRAN
MANAJEMEN
Perkembangan
pemikiran manajemen mempunyai kesamaan dengan organisasi, konsep manajemen juga
mempunyai perkembangan pemikiran yang sama. Tokoh-tokoh pemikir perkembangan
pemikiran manajemen relatif banyak yang mempunyai kesamaan.
Ellen A. Benowitz
membagi 5 kategori perkembangan pemikiran :
1. Classical
School of Management (Aliran Manajemen Klasik)
2. Behavioral
Management Theory (Teori Manajemen Perilaku)
3. Quantitative
School of Management (Aliran Manajemen Kuantitatif)
4. Contingency
School of Management (Aliran Manajemen Kontijensi)
5. Quality
School of Management (Aliran Manajemen Kualitatif).
Masing-masing tahap
perkembangan pemikiran tersebut masih dapat dibagi lagi ke dalam sub-sub
pemikiran manajemen.
1.
Aliran
Manajemen Klasik (Classical School of Management)
Sebelum sejarah yang
disebut zaman manajemen ilmiah muncul, telah terjadi revolusi industri pada
abad ke 19, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan
manajemen yang sistematik. Usaha-usaha pengembangan manajemen kemudian
dilakukan oleh para teoritisi.[1]
Perkembangan Awal Teori Manajemen
Ada
dua tokoh manajemen yang mengawali munculnya manajemen ilmiah,
yaitu Robert Owen dan Charles Babbage.
Ø
Robert Owen (1771-1858)
Pada permulaan tahun
1800an Robert Owen, seorang manajer beberapa pabrik pemintalan kapas di New
Lanark Skotlandia, menekankan pentingnya unsure manusia dlam produksi. Dia
membuat perbaikan-perbaikan dalam kondisi kerja, seperti pengurangan hari kerja
standar, pembatasan anak di bawah umur yang bekerja, membangun perumahan yang
lebih baik bagi karyawan dan mengoperasikan took perusahaan yang menjual
barang-barang dengan murah. Dia mengemukakan bahwa melalui perbaikan kondisi
karyawanlah yang akan menaikkan produksi dan keuntungan dan investasi yang
paling menguntungkan adalah pada karyawan. Di samping itu, ia mengembangkan
sejumlah prosedur kerja yang juga memungkinkan peningkatan produktivitas.
Ø Charles
Babbage (1792-1871)
Charles Babbage seorang
professor matematika dari Inggris, mencurahkan banyak waktunya untuk membuat
operasi-operasi pabrik menjadi lebih efisien. Ia percaya bahwa aplikasi
prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menikkan produktivitas dan
menurunkan biaya. Babbage adalah penganjur pertama prinsip pembagian kerja melalui
spesialisasi. Setiap tenaga kerja harus diberi latihan ketrampilan yang sesuai
dengan setiap operasi pabrik. Sebagai kontribusi lain, Babbage menciptakan alat
penghitung (calculator) mekanis pertama, mengembangkan program-program
permainan bagi computer, menganjurkan kerjasama yang saling menguntungkan
antara kepentingan karyawan dan pemilik pabrik, serta merencanakan skema
pembagian keuntungan.[2]
Hasilnya, teori manajemen klasik
terbentuk sebagai upaya menemukan cara terbaik untuk memanajemen dan mengerjakan
pekerjaan. Aliran Manajemen Klasik (Classical School of Management) terdiri atas
dua cabang: Aliran Ilmiah Klasik dan Aliran Administrasi Klasik.
a. Aliran
Ilmiah Klasik (Classical Scientific School)
Aliran ini
muncul akibat adanya kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Penekanannya pada bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyelesaikan
pekerjaan yang dilakukan dengan cara menguji bagaimana sesungguhnya proses
kerja dilakukan serta keahlian apa yang dibutuhkan oleh pekerja dalam proses
kerja tersebut. Aliran ini ditandai kontribusi-kontribusi dari Frederick W.
Taylor, Henry L. Gantt, Harrington
Emerson, Frank dan Lillian Gilbreth.
Frederick W.
Taylor (1856-1915). Ia kerap dijuluki “bapak manajemen ilmiah.” Taylor percaya bahwa
organisasi seharusnya mempelajari tugas-tugas yang dilakukan para anggotanya
serta membangun prosedur-prosedur kerja yang baku. Contohnya, tahun 1898,
Taylor menghitung berapa banyak besi dari pabrik di Bethlehem Steel dapat
dipindahkan andaikata para pekerja menggunakan gerakan, alat, dan
langkah-langkah yang benar. Hasilnya mencengangkan, yaitu seharusnya 47,5 ton
sehari ketimbang 12,5 ton seperti yang selama ini berlaku.
Sebagai
tambahan, dengan mendesain ulang sekop yang pekerja gunakan, Taylor mampu
meningkatkan lama waktu kerja dari satu pekerja sehingga mengurangi jumlah
penyekop dari 500 menjadi 140 orang. Akhirnya, ia membangun sistem insentif
yang membayar uang lebih kepada pekerja yang mampu beradaptasi dengan metode
baru. Produktivitas Bethlehem Steel meroket. Taylor telah memberikan
prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah pada manajemen,
dan mengembangkn sejumlah teknik-tekniknya untuk mencapai efisien. Empat prinsip dasar tersebut adalah :[3]
1.
Pengembangan metode-metode ilmih
dalam manajemen, agar sebagai contoh, metode yang paling baik untuk pelaksanaan
setiap pekerjaan dapat ditentukan.
2.
Seleksi ilmiah untuk karyawan, agar
setiap karyawan dapat diberikan tanggungjawab atas sesuatu tugas dengan
kemampuannya.
3.
Pendidikan dan pengembangan ilmiah
para karyawan.
4.
Kerjasama yang baik antara manajemen
dan tenaga kerja.
Sedangkan
mekanisme dan teknik-teknik yang dikembangkan Taylor untuk melaksanakn
prinsip-prinsip dasar diatas, antara lain studi gerak dan waktu, pengawasan
fungsional, system upah perpotong diferensial, prinsip pengecualian, kartu
instruksi, pembelian dengan spesifikasi, dan standardisasi pekerjaan, peralatan
serta tenaga kerja. Manfaat dari pengembangan teknik-teknik manajemen ilmiah
ini tampak pada perkembangan teknik-teknik tersebut riset operasi, otomatisasi,
dan sebagainya dalam memecahkan masalah-masalah manajemen.
Henry L. Gantt
(1861-1919). Ia adalah kolega Taylor. Gantt mengemukakan gagasan-gagasan (1)
kerjasama yang saling menguntungkan antara tenaga kerja dan manajemen, (2)
seleksi ilmiah tenaga kerja, (3) system insentif (bonus) untuk merangsang
produktivitas, dan (4) penggunaan instruksi-instruksi kerja yang terperinci.
Kontribusunya yang terbesar adalah Gantt membuat skema yang dikenal dengan
Skema Gantt. Skema Gantt adalah sebuah grafik yang memuat matriks perbandingan
antara rencana kerja dengan pekerjaan yang terselesaikan selama proses
produksi. Dengan lebih menitikberatkan pada waktu ketimbang kuantitas, isi,
ataupun berat, display visual ini secara luas dipergunakan sebagai alat
perencanaan dan kontrol sejak ia diciptakan Gantt tahun 1910.[4]
Harrington
Emerson (1853-1931). Pemborosan dan ketidak-efesienan adalah masalah-masalah
yang dilihat Emerson sebagai penyakit system industry. Oleh sebab itu Emerson
mengemukakan 12 (dua belas) prinsip-prinsip efisiensi yang sangat terkenal,
yang secara ringkas adalah sebagai berikut :[5]
1.
Tujuan-tujuan dirumuskan dengan
jelas.
2.
Kegiatan yang dilakukan masuk akal.
3.
Adanya staf yang cakap.
4.
Disiplin.
5.
Balas jasa yang adil.
6.
Laporan-laporan yang terpercaya,
segera, akurat dan jeg-sistem informasi dan akuntasi.
7.
Pemberian perintah-perencanaan dan
pengurutan kerja.
8.
Adanya standar-standar dan
skedu;-skedul-metode dan waktu setiap kegiatan.
9.
Kondisi yang distandardisasi.
10. Operasi yang
distandardisasi.
11. Instruksi-instruksi
praktis tertulis yang standar.
12. Balas jasa
efisiensi-rencana insentif.
Frank dan
Lillian Gilbreth (1868-1924 dan 1878-1972). Sepasang suami istri ini merupakan
satu tim. Mereka mempelajari gerakan-gerakan pekerja saat melakukan pekerjaan. Frank
Gilberth, seorang pelopor pengembangan studi gerak dan waktu, menciptakan
berbagai teknik manajemen yang diilhami Taylor. Sedangkan Lililan Gilberth
lebih tertarik pada aspek-aspek manusia dalam kerja, seperti seleksi,
penempatan dan latihan personalia. Di mengemukakan gagasannya dalam bukunya
yang berjudul The Psychology of Management. Baginya, manajemen ilmiah mempunyai
satu tujuan akhir : membantu para karyawan mencapai seluruh potensinya sebagai
makhluk hidup. [6]Karir
awal Frank selaku pemasang bata, membuatnya tertarik dan mempelajari metode dan
standardisasi kerja pemasangan bata. Ia memperhatikan pemasangan bata dan
memperhatikan adanya sejumlah pekerja yang bekerja lambat dan tidak efisien,
sementara lainnya produktif. Dari pengamatan ia menyimpulkan bahwa setiap
pemasang bata menggunakan gerakan-gerakan yang berbeda tatkala memasang bata.
Dari
observasi tersebut, Frank menandai gerakan dasar yang penting untuk melakukan
pekerjaan serta membuang gerakan yang tidak perlu. Pekerja yang menggunakan
metode baru Frank ternyata mampu meningkatkan hasil pekerjaan pemasangan, dari
1000 menjadi 2700 pemasangan bata per hari. Ini merupakan studi gerakan pertama
yang didesain untuk mempertahankan cara terbaik dalam bekerja. Kemudian, Frank
dan Lillian Gilbreth mempelajari gerakan kerja menggunakan kamera perekam dan
jam. Tatkala suaminya wafat di usia 56, Lillian meneruskan pekerjaan mereka.
Hal yang
dipetik dari studi suami isteri ini adalah gagasan dasar seputar manajemen ilmiah,
yang terdiri atas:
§
Membangun standar-standar baru
sehubungan dengan cara-cara melakukan pekerjaan;
§
Memilih, melatih, dan mengembangkan
pekerja adalah lebih baik ketimbang membiarkan mereka memilih sendiri pekerjaan
dan bagaimana melakukannya.
- Membangun semangat kerjasama antara pekerja dan manajemen guna memastikan bahwa pekerjaan telah dilakukan sesuai prosedur.
- Pembagian kerja yang jelas antara pekerja dan manajemen di hampir seluruh lini.
b. Aliran Administrasi Klasik (Classical Administrative School)
Aliran
Ilmiah Klasik fokus pada produktivitas individual (pekerja), Aliran
Administrasi Klasik berkonsentrasi pada organisasi secara keseluruhan.
Penekanannya lebih pada bagaimana menciptakan prinsip-prinsip manajerial
ketimbang cara-cara kerja yang baru. Kontributor pemikiran ini adalah Max
Weber, Henri Fayol, Mary Parker Follett, dan Chester Irving Barnard.
Teoretisi-teoretisi tersebut mempelajari arus informasi di dalam organisasi dan
menekankan pentingnya memahami bagaimana sesungguhnya organisasi – sebagai
keseluruhan– beroperasi.
Max Weber.
Akhir 1800-an, Max Weber menyatakan ketidaksukaannya atas kenyataan banyaknya
organisasi-organisasi di Eropa yang dimanajemen ala keluarga pribadi, termasuk
Dinasti Hohenzollern di Jerman. Dalam organisasi-organisasi tersebut, para
pekerja hanya setia kepada supervisor kelompok masing-masing ketimbang
organisasi sebagai suatu keseluruhan. Untuk itu, Weber yakin bahwa organisasi
seharusnya dimanajemen secara impersonal dan harus punya struktur organisasi yang
bersifat formal.
Weber juga
menekankan pentingnya kepatuhan atas aturan-aturan tertulis dalam organisasi.
Weber menolak untuk menyerahkan otoritas kepada satu personalitas (individu).
Baginya, otoritas seharusnya merupakan sesuatu yang berbaur dengan pekerjaan
seseorang bukan kepada pribadi. Otoritas pun harus dapat secara mudah
dipindahkan dari orang yang satu ke orang lainnya. Organisasi yang non personal
dan berbentuk obyektif ini disebut birokrasi.
Weber yakin
bahwa seluruh birokrasi punya karakteristik berikut:
- Hirarki yang disusun baik.
Seluruh posisi dalam birokrasi dibagi dengan cara yang memungkinkan posisi
yang lebih tinggi mengawasi dan mengendalikan posisi yang lebih rendah. Rantai
komando tegas ini memungkinkan kontrol manajerial atas organisasi secara
keseluruhan.
- Pembagian Kerja dan Spesialisasi.
Seluruh pertanggungan jawab dalam organisasi dirinci sehingga setiap
pekerja punya kebebasan melakukan tugas-tugas tertentu karena jelas aturannya.
- Aturan dan Perundangan.
Prosedur operasi standar harus mengatur seluruh kegiatan organisasi untuk
menyediakan kepastian dan menjamin terlaksananya koordinasi.
- Hubungan Impersonal Manajer dan Pekerja.
Manajer harus memelihara hubungan impersonal dengan pekerja sehingga
favoritisme dan penilaian subyektif tidak mempengaruhi pembuatan keputusan.
- Kompetensi.
Kompetensi, bukan siapa yang anda kenal, harus menjadi dasar seluruh
keputusan dalam kontrak kerja, penempatan, dan promosi dalam rangka
meningkatkan kemampuan kerja dan merit system selaku karakteristik utama dalam
organisasi birokrasi.
- Dokumentasi.
Birokrasi perlu memelihara dokumen mereka secara lengkap atas segala
aktivitasnya agar ketika masalah muncul, preseden mudah ditemukan.
Henri Fayol. Insinyur pertambangan Perancis ini merinci 14 prinsip
manajemen seperti telah dimuat dalam tulisan sebelumnya. Prinsip-prinsip ini
memungkinkan manajemen modern saat ini memperoleh pedoman seputar bagaimana
supervisor mengorganisir departemennya dan memanajemen stafnya secara
seharusnya. Kendati riset di masa kemudian menolak beberapa di antara
gagasannya, umumnya prinsip-prinsip Fayol masih digunakan secara luas dalam
teori-teori manajemen. Fayol mengemukakan 14 (empat belas) prinsip-prinsip
manajemen yang tetap harus ada dan berlaku sepanjang masa :[7]
1.
Pembagian kerja (division of work).
Prinsip pembgian kerja yang di tujukan untuk memproduksi sesuatu dengan
kualitas dan waktu yang lebih baik dengan usaha yang sama.
2.
Wewenang (authority). Hak untuk
memerintah dan kekuasaan.
3.
Disiplin (discipline). Harus ada
respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuan-tujuan organisasi.
4.
Kesatuan perintah (unity of
command). Setiap karyawan hanya menerima instruksi tentang kegiatan tertentu
dari hanya seorang atasan.
5.
Kesatuan arah ( unity of direction).
Maksudnya seorang kepala dengan suatu rencana atau sekumpulan aktivitas yang
mempunyai tujuan yang sama.
6.
Menomorduakan kepentingan pribadi di
atas kepentingan umum (subordination of individual interest to the common
goals). Kepentingan perseorangan harus
tunduk pada kepentingan organisasi.
7.
Pemberian upah (remuneration)/balas
jasa. Kompensasi untuk pekerjaan yang dilaksanakan harus adil baik bagi
karyawan maupun pemilik.
8.
Sentralisasi (centralization).
Adanya keseimbangan yang tepat antara sentralisasi dan desentralisasi.
9.
Rantai scalar/garis wewenang
(hierarchy). Garis wewenang dan perintah yang jelas.
10. Tertib
(order). Bahan-bahan dan orang-orang harus ada pada tempat dan waktu yang
tepat. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan pada posisi-posisi atau
pekerjaan-pekerjaan yang paling cocok untuk mereka.
11. Keadilan
(equity). Harus ada kesamaan perlakuan dalam organisasi.
12. Kestabilan
staf (stability of staff). Tingkat perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak
baik bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi.
13. Inisiatif
(initiative). Bawahan harus diberi kebebasan untuk menjalankan dan
menyelesaikan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi.
14. Semangat
korp (esprit de corps). “kesatuan adalah kekuatan”, pelaksanaan operasi
organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan dan rasa memiliki dari para
anggota yang tercermin pada semangat korp.
Mary Parker Follett. Ia menekankan pentingnya menetapkan tujuan bersama
bagi para pekerja di dalam organisasi. Follett punya pendapat berbeda dengan
teoretisi lainnya yang cenderung memandang kegiatan manajemen secara mekanik.
Follett merupakan pionir dalam pembicaraan mengenai etika, kuasa, dan
kepemimpinan dalam dunia manajemen. Ia mendorong manajer agar mengizinkan
pekerja berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan. Follett menekankan
pentingnya faktor manusia ketimbang teknik-teknik pekerjaan. Hasilnya, ia
menjadi pionir pemihakan atas pekerja dan kerap dianggap sepele oleh sarjana
manajemen di masanya. Namun, waktu berubah, dan gagasan inovatif dari masa lalu
tiba-tiba dimaknai secara baru. Banyak yang para manajer lakukan sekarang
didasarkan pada dasar-dasar yang telah Follett bangun 70 tahun silam.
Chester Irving Barnard. Barnard adalah presiden New Jersey Bell Telephone
Company. Ia memperkenalkan gagasan “organisasi informal.” Organisasi informal
adalah klik (kelompok di dalam organisasi, bersifat eksklusif) yang secara
alami terbentuk di dalam organisasi. Ia menganggap organisasi informal ini
punya peran besar dalam fungsi komunikasi dalam organisasi. Mereka sesungguhnya
dapat membantu organisasi mencapai tujuan.
Secara khusus, Barnard merasakan pentingnya manajer membangun semangat
tujuan bersama di mana kehendak bekerjasama dapat didorong secara maksimal.
Barnard dianggap pembangun teori “manajemen dengan persetujuan,” yang
menekankan manajer hanya memiliki kewenangan yang legitimate untuk bertindak
tatkala pekerja telah menyetujui kewenganangan tersebut. Bagi Barnard, 4 faktor
berikut mempengaruhi keinginan pekerja untuk menerima otoritas:
- Pekerja telah memahami proses komunikasi di dalam organisasi.
- Pekerja menyetujui bahwa komunikasi yang dikembangkan konsisten dengan tujuan organisasi.
- Pekerja merasakan bahwa tindakan mereka konsisten dengan kebutuhan dan keinginan para pekerja lainnya.
- Pekerja merasa bahwa mereka secara mental dan fisik mampu melaksanakan perintah.
Simpati Barnard bagi pemahaman atas kebutuhan pekerja menempatkan dirinya
selaku jembatan penghubung antara aliran manajemen klasik dengan teori
manajemen perilaku.
2.
Teori
Manajemen Perilaku (Behavioral Management Theory)
Penekanan pemikiran manajemen pasca
aliran klasik ada di seputar interaksi dan motivasi individu di dalam
organisasi. Prinsip-prinsip manajemen selama periode klasik kurang mampu
menyesuaikan diri dengan aneka situasi berbeda yang berkembang di sekeliling
organisasi. Aliran tersebut juga dianggap kurang mampu menjelaskan munculnya
perilaku pekerja yang beragam dalam menjalankan pekerjaan. Singkatnya, aliran
klasik dianggap telah mengabaikan motivasi dan perilaku tumbuh di dalam diri
pekerja. Hasilnya, muncul aliran perilaku (behavioral). Selain itu, munculnya
aliran perilaku disebabkan para manajer menemukan bahwa dengan pendekatan
klasik, efisiensi, produksi dan keselarasan kerja yang sempurna tidak dapat
diwujudkan.
Teori manajemen behavioral/perilaku
kerap disebut gerakan hubungan manusia akibat ia menekankan pentingnya dimensi
manusia dalam pekerjaan. Teoritisi behavioral yakin bahwa pemahaman yang lebih
baik atas perilaku manusia saat mereka bekerja, seperti motivasi, konflik,
harapan, dan dinamika kelompok, akan meningkatkan produktivitas organisasi. Prinsip
teori ini bahwa dalam manajemen orang harus bekerja sama dalam kelompok menuju
tujuan-tujuan yang ditentukan sehingga harus dibina sedemikian rupa demi
keberhasilan usaha. Pusat pokok studi di dalam teori ini, yaitu :[8]
a.
Studi hubungan antarmanusia yang
harus dikuasai oleh seorang manajer.
b.
Studi kepemimpinan.
c.
Studi kelompok dinamis (group
dynamics).
Elton Mayo
(1880-1949). Kontribusi Mayo berawal dari Hawthorne Studies. Mayo dan rekannya
F. J. Roethlisberger menyimpulkan bahwa peningkatan produksi merupakan hasil
pengawasan supervisor ketimbang perubahan pencahayaan ruangan atau
fasilitas-fasilitas lain yang bersifat fisik bagi pekerja. Supervisor yang
mampu memahami apa yang sesungguhnya diinginkan pekerja, diyakini akan mampu
meningkatkan motivasi dan produktivitas mereka. Kesimpulan pokok dari Hawthorne
Studies adalah, hubungan antarmanusia dan kebutuhan sosial pekerja adalah aspek
kunci bagi manajemen. Konsep motivasi dalam diri manusia ini mendorong munculnya
teori dan praktek manajemen yang revolusioner.
Abraham
Maslow. Seorang psikolog, membangun apa yang kemudian dikenal sebagai Teori
Kebutuhan. Teori kebutuhan adalah teori motivasi kerja yang didasarkan pada
kebutuhan umum manusia. Teori Maslow punya 3 asumsi:
- Kebutuhan manusia tidak akan pernah terpuaskan.
- Perilaku manusia punya tujuan dan dimotivasi oleh kebutuhan untuk merasakan kepuasan.
- Kebutuhan dapat diklasifikasi menurut struktur hirarki dari yang terpenting, yaitu dari bawah (dasar) hingga yang lebih kemudian.
Hirarki
kebutuhan Maslow sebagai berikut:
- Kebutuhan Fisiologis. Dalam kebutuhan ini, Maslow mengelompokkan seluruh kebutuhan fisik yang diperlukan manusia untuk bertahan hidup, seperti makanan atau minuman. Setelah kebutuhan fisiologis tercapai, ia bukan lagi berupa motivator.
- Kebutuhan Keamanan. Kebutuhan ini mencakup keamanan dasar, stabilitas posisi dan hubungan kerja, perlindungan, dan kebebasan dari rasa takut. Ia merupakan kondisi yang normal bagi setiap individu untuk memuaskan kebutuhan ini. Jika belum terpenuhi, maka ia menjadi motivator.
- Kebutuhan Pemilikan dan Kasih Sayang. Setelah kebutuhan fisik dan keamanan terpuaskan, mereka bukan lagi motivator. Lanjutannya, muncul kebutuhan akan kepemilikan dan kasih sayang selaku motivator. Individu cenderung mencari hubungan bermakna dengan orang lain di dalam organisasi.
- Kebutuhan Kebanggaan Diri. Individu harus membangun rasa percaya diri dan ingin meraih status, reputasi, dan kemegahan.
- Kebutuhan Aktualisasi Diri. Ini adalah kebutuhan manusia untuk menemukan jati dirinya lewat pekerjaan yang ia lakukan.
Douglas McGregor. McGregor sangat terpengaruh oleh Hawthorne Studies dan
teori kebutuhan Maslow. Ia yakin ada 2 jenis manajer. Jenis pertama, manajer
Teori X, yang punya pandangan negatif atas pekerja, menganggap mereka malas,
tidak bisa dipercaya, dan tidak punya kemampuan. Manajer lain bertipe Teori Y,
yang, mengasumsikan pekerja bukan hanya bisa dipercaya dan mampu memikul
tanggung jawab, tetapi juga punya motivasi kerja yang tinggi. Aspek penting
gagasan McGregor adalah keyakinannya bahwa manajer yang menganut salah satu
asumsi dapat menciptakan kemampuan untuk membuat anak buah mengikuti harapan
manajer. Prinsip perilaku antara lain : [9](1).
Pendekatan motivasi yang menghasilkan komitmen pekerja sangat dibutuhkan, (2).
Manajemen tidak dapat dianggap sebagai suatu proses teknik yang kaku, (3).
Manajemen harus sistematis dan sistemis,(4). Pendekatan yang digunakan dalam
manajemen harus hati-hati, (5). Organisasi sebagai suatu keseluruhan, (6).
Kepemimpinan diterapkan sesuai dengan situasi bawahannya, (7). Unsure manusia
merupakan kunci utama yang menentukan sukses atau gagalnya organisasi mencapai
tujuannya, (8). Manajer masa kini harus dididik dan dilatih untuk memahami dan
menerapkan konseo-konsep manajemen, (9). Komitmen dapat ditingkatkan melalui
partisipasi dan keterlibatan pekerja, (10). Pengawasan harus dibangun
pengertian positif, bukan mencari kesalahan tetapi mencegah terjadinya
kesalahan secara diri.
3.
Aliran Manajemen Kuantitatif (Quantitative School of
Management)
Aliran
kuntitatif ditandai dengan berkembangnya team-team riset operasi dalam
pemecahan masalah-masalah industry, yang didasarkan atas sukses team-team riset
operasi Inggris dalam Perang Dunia II. Selama Perang Dunia II, matematikawan,
fisikawan, serta ilmuwan ilmu-ilmu pasti lainnya menggabungkan diri ke dalam
bidang kemiliteran untuk melawan aliansi Jerman, Jepang, dan Italia. Aliran
manajemen kuantitatif adalah hasil dari riset manajemen yang diadakan selama
Perang Dunia II tersebut. [10]Pendekatan
kuantitatif atas manajemen melibatkan penggunaan teknik-teknik
kuantitatif-matematika seperti statistik, model informasi, dan simulasi
komputer untuk memprediksi proses pembuatan keputusan. Aliran ini punya
beberapa cabang :
a. Manajemen
Sains
Aliran
manajemen sains muncul menyikapi masalah yang berhubungan dengan perang global.
Kini, pandangan Manajemen Sains mendorong manajer menggunakan matematika,
statistik, dan teknik kuantitatif lainnya untuk membuat keputusan. Manajer
dapat menggunakan model komputer untuk menggambarkan cara terbaik, misalnya
menghemat uang dan waktu, dalam suatu proses produksi. Manajer menggunakan
sejumlah aplikasi sains berikut:
- Matematika terapan membantu membuat proyeksi hal-hal penting dalam proses perencanaan.
- Model inventory mengendalikan inventaris dan pengorderan barang secara matematis.
- Selain Manajemen Sains, juga terdapat Manajemen Operasi.
b. Manajemen
Operasi
Manajemen
operasi adalah cabang kecil dari pendekatan kuantitatif dalam manajemen.
Fokusnya pada bagaimana memanajemen proses pengubahan material, tenaga kerja,
dan modal menjadi output (jasa dan barang) yang punya manfaat dan nilai jual.
Manajemen operasi fokus pada pencarian metode paling efektif yang digunakan oleh
organisasi untuk memproduksi manufaktur ataupun jasa. Sumber daya input atau
faktor produksi, termasuk ragam bahan mentah, teknologi, modal informasi, dan
orang yang dibutuhkan guna menciptakan produk akhir, didayagunakan secara lebih
efektif untuk meningkatkan produktivitas.
Manajemen
operasi saat ini memberi perhatian khusus pada tuntutan kualitas, layanan
pelanggan, dan persaingan. Proses diawali dengan perhatian pada kebutuhan
konsumen: Apa yang sesungguhnya konsumen inginkan? Di mana mereka menginginkannya?
Kapan mereka menginginkannya? Berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut, manajer baru mengerahkan sumber daya dan mengambil tindakan untuk
memenuhi harapan pelanggan.
c. Sistem
Informasi Manajemen
Sistem
Informasi Manajemen (SIM) adalah salah satu bidang aliran kuantitatif. SIM
mengorganisir masa lalu, masa kini, dan melakukan proyeksi data, baik dari
sumber internal maupun eksternal, untuk diolah menjadi informasi yang
bermanfaat. Informasi tersebut tersedia bagi para manajer di aneka level. SIM
juga memungkinkan pengorganisasian data ke dalam format yang bermanfaat dan
mudah diakses. Hasilnya, manajer dapat mengenali pilihan-pilihan keputusan
secara cepat, mengevaluasi alternatif menggunakan program pengolah angka,
simulasi jika-begini-maka-begitu, dan akhirnya, memilih alternatif terbaik
berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Prinsip-prinsip manajemen
dalam zaman teknologi informasi dipengaruhi oleh : [11](1).
Pendayagunaan knowledge workers untuk memanfaatkan secara optimal kemampuan
teknologi informasi. (2). Kemampuan teknologi informasi untuk menyediakan
fasilitas information sharing. (3). Kemampuan teknologi informasi untuk
menjadikan transaksi langsung secepat cahaya.
4.
Aliran Manajemen Kontijensi (Contingency School of
Management)
Pendekatan
kontijensi dikembangkan oleh para manajer, konsultan dan peneliti yang mencoba
untuk menerapkan konsep-konsep dari berbagai aliran manajemen dalam situasi
kehidupan nyata. Aliran manajemen kontijensi dapat dirangkum sebagai pendekatan
semua tergantung pada. Suatu tindakan manajemen yang akan diterapkan serta
pendekatan yang digunakan dalam tindakan tersebut sepenuhnya bergantung pada
situasi. Sebab itu, manajemen kontijensi juga disebut aliran manajemen
situasional. Menurut dekatan ini tugas manajer adalah mengidentifikasikan
teknik mana, pada situasi tertentu, akan membantu pencapaian tujuan manajemen. Aliran
ini muncul sebagai hasil riset tahun 1960-an dan 1970-an dan sekaligus
merupakan reaksi penolakan atas aliran saintifik. Riset-riset tersebut fokus
pada faktor-faktor situasional yang mempengaruhi struktur dan gaya kepemimpinan
organisasi di aneka situasi berbeda.
Bagi aliran
kontijensi, perubahan lingkungan, ketidakmenentuan zaman, perubahan teknologi
kerja, dan peningkatan/penurnan ukuran perusahaan, merupakan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi efektivitas manajerial di aneka bentuk organisasi.
Menurut aliran ini, kondisi-kondisi yang merupakan asumsi dasar aliran
saintifik seperti lingkungan yang stabil, sentralisasi, standardisasi, dan
spesialisasi guna mencapai efisiensi dan konsistensi, telah usai. Era
stabilitas, kepastian, prediktabilitas, yang memungkinkan diterapkannya
kebijakan, aturan, dan prosedur-prosedur tetap seperti diasumsikan oleh Aliran
Ilmiah kini sudah tidak ada lagi. Aliran kontijensi mengasumsikan lingkungan
yang mengelilingi kehidupan organisasi penuh dengan ketidakpastian.
Aliran
kontijensi yang berkembang di lingkungan tak stabil menghendaki desentralisasi
untuk menjamin terwujudnya fleksibilitas dan adaptabilitas organisasi.
Ketidakmenentuan dan ketidakterukuran membutuhkan metode penyelesaian masalah
yang sifatnya non rutin, atau situasional.
Aliran
kontijensi diwakili oleh Paul Lawrence and Jay Lorsch dalam karyanya
Organizations and Environment: Managing Differentiation and Integration yang
terbit tahun 1967. Dalam karya tersebut, Lawrence and Lorsch berpendapat bahwa
unit-unit organisasi yang bergerak dalam lingkungan berbeda cenderung
mengembangkan karakteristik unit yang juga berbeda. Semakin besar perbedaan
internal di antara mereka, semakin besar pula kebutuhan koordinasi antar unit
tersebut.
Joan
Woodward dalam karyanya Industrial Organization: Theory and Practice yang
terbit tahun 1965 juga menemukan fakta organisasi manufaktur yang sukses secara
finansial serta menggunakan aneka jenis teknologi kerja ternyata memiliki
perbedaan sehubungan dengan jumlah tingkatan manajemen, perluasan manajemen,
dan derajat spesialisasi para pekerjanya. Ia menghubungkan perbedaan dalam
organisasi untuk mengembangkan performa kerja dan berpendapat bahwa
bentuk-bentuk organisasi tertentu hanya cocok bagi tipe teknologi kerja
tertentu.
5.
Aliran Manajemen Kualitas (Quality
School of Management)
Aliran
Manajemen Kualitas adalah konsep menyeluruh seputar leading dan operating suatu
organisasi. Ia dimaksudkan untuk meningkatkan performa kerja organisasi secara
terus-menerus dengan fokus pada pelanggan seraya sensitif terhadap kepentingan
para stake holder. Dengan kata lain, Manajemen Kualitas fokus pada bagaimana
cara mengorganisasi secara total untuk menciptakan pelayanan terbaik pada
pelanggan.
Perbedaan
Manajemen Kualitas dengan aliran-aliran sebelumnya terdapat dalam masalah sikap
manajemen terhadap produk dan pekerja. Aliran sebelumnya fokus pada volume
produksi dan biaya produksi. Kualitas dikendalikan menggunakan metode pindai
(pemeriksaan hasil produksi), masalah diselesaikan hanya oleh pihak manajemen,
dan peran manajemen didefinisikan hanya sebagai planning (perencanaan),
menentukan pekerjaan, dan pengendalian produksi. Manajemen Kualitas berbeda. Ia
fokus pada pelanggan dan bagaimana memenuhi kebutuhan mereka.
Manajemen
Kualitas diarahkan lewat serangkaian tindakan pencegahan, misalnya memastikan
kualitas terjadim dalam tiap-tiap tahapan pekerjaan. Jika muncul masalah, maka
ia diselesaikan oleh suatu tim. Setiap orang harus bertanggung jawab atas
kualitas produk. Peran manajemen adalah mendelegasikan, melatih, memfasilitasi,
dan membimbing pekerja. Prinsip utama Manajemen Kualitas adalah : kualitas,
kerja tim, dan manajemen yang proaktif demi proses peningkatan kinerja yang
menjamin kepuasan pelanggan.
W. Edward
Deming. Tokoh Manajemen Kualitas ini menerbitkan pemikiran dalam karyanya Out
of the Crisis. Karya tersebut terbit tahun 1986. Ia seorang Amerika Serikat
yang bekerja sama dengan Walter A. Shewhard di Bell Telephone Company. Rekannya
itu, Shewhart, seorang ahli statistik yang berpendapat bahwa kendali produksi
dapat dimanajemen secara lebih baik dengan menggunakan metode statistik.
Shewhart lalu menyusun bagan statistik untuk mengendalikan variabel-variabel
dalam proses produksi.
Berdasarkan
karya Shewhart itulah Deming mengembangkan proses kerja yang menggunakan
teknik-teknik statistik yang diyakini mampu memberi peringatan awal seputar
kapan seorang manajer harus mengintervensi sebuah proses produksi. Deming lalu
dikirim ke Jepang untuk memulihkan pabrik-pabrik manufaktur Jepang yang hancur
karena perang. Di sana Deming memperkenalkan metode statistical process control
kepada kalangan bisnis dan insinyur Jepang. Konsep Deming kemudian meluas dan
menjadi standard dalam penjaminan kualitas atas seluruh proses produksi.
Lebih
lanjut, Deming kemudian mengembangkan konsep reaksi berantai. Reaksi ini muncul
tatkala kualitas meningkat, biaya turun, dan produktivitas meningkat. Kondisi
ini akan mendorong upaya perluasan lapangan kerja, perluasan pasar, dan
kebertahanan hidup yang lebih lama bagi perusahaan. Ia menekankan pentingnya
kebanggaan dan kepuasan pekerja seraya menekankan bahwa tanggung jawab
manajer-lah untuk meningkatkan proses pekerjaan, bukan pekerja.
Deming juga
memperkenalkan Lingkaran Kualitas, yang didasarkan pada pentingnya
pertemuan-pertemuan rutin dan periodik dari para pekerja yang diklasifikasi ke
dalam kelompok-kelompok untuk melakukan pembahasan seputar kualitas produk
secara menyeluruh. Poin-poin Manajemen Kualitas yang Deming tawarkan dapat
diringkas sebagai berikut:
- Susun rencana, publikasikan maksud dan tujuan organisasi.
- Pelajari dan adopsi filosofi kualitas yang baru.
- Pahami tujuan dari inspeksi, hentikan kebergantungan pada inspeksi.
- Hentikan pandangan tinggi atas bisnis semata-mata pada harga.
- Tingkatkan kinerja sistem secara terus-menerus.
- Lembagakan pelatihan.
- Latih dan lembagakan kepemimpinan.
- Buang rasa takut, ciptakan kepercayaan, dan bentuk iklim inovasi.
- Tingkatkan upaya dari tim, kelompok, dan staf.
- Hentikan pemaksaan dan pentargetan pada para pekerja, ciptakan metode prestasi.
- Hentikan kuota angka bagi para pekerja.
- Buang hambatan yang merampok kebanggaan diri pekerja atas pekerjaannya.
- Dorong pendidikan dan peningkatan diri untuk setiap orang, dan
- Bertindak secara transformatif, buat itu sebagai pekerjaan setiap orang.
Perkembangan konsep-konsep dalam Manajemen Kualitas dapat dirangkum sebagai berikut:
- Quality Control (kendali kualitas) muncul pertama kali dengan fokus perancangan spesifikasi produk dan pengecekan produk sebelum meninggalkan pabrik;
- Quality Assurance muncul kemudian, fokus pada identifikasi ciri dan prosedur yang bisa dievaluasi dan dikendalikan secara kuantitatif;
- Total Quality Control (TQC) muncul berikutnya diperkenalkan Feingenbaum tahun 1983 fokus pada Quality Control menjadi tanggung jawab seluruh elemen organisasi. Ia berefek pada produksi, profit, interaksi manusia, dan kepuasan pelanggan; dan
- Total Quality Management (TQM) fokus pada pelanggan selaku pusat perhatian dan kualitas merupakan tanggung jawab organisasi secara keseluruhan.
[1] Dr.T.Hani Handoko,M.B.A.”Manajemen”,(Yogyakarta:BPFE
Yogyakarta,2009),hal.40
[2] Ibid,hal.40-42
[3] Prof.Dr.Husaini Usman,M.Pd.,M.T.,”Manajemen”,(Jakarta Timur:PT.Bumi
Aksara,2008),hal.22-23.
[4] Ibid,hal.22.
[5] Ibid,hal.24.
[6] Dr.T.Hani Handoko,M.B.A.”Manajemen”,(Yogyakarta:BPFE
Yogyakarta,2009),hal.44.
[7] Dr.H.B.Siswanto,M.Si.,”Pengantar Manajemen”,(Jakarta:PT.Bumi
Aksara,2005),hal.35-36.
[8] Yayat M. Herujito,”Dasar-dasar
Manajemen”,(Jakarta:PT.Grasindo,2001),hal.36.
[9] Prof.Dr.Husaini Usman,M.Pd.,M.T.,”Manajemen”,(Jakarta Timur:PT.Bumi
Aksara,2008),hal.36.
[10] Ibid,hal.36.
[11] Mulyadi,”Sistem Perencanaan dan Pengendalian
Manajemen”,(Jakarta:Salemba Empat,2007),hal.38.
sangat sangat membantu. terimakasih
BalasHapus