Minggu, 08 November 2015

Investasi Syariah



INVESTASI SYARIAH

A.  Pengertian Investasi Syariah
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang.[1] Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam. Dalam kamus istilah Pasar Modal dan keuangan kata invesment diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Sedangkan dalam kamus Lengkap Ekonomi, Investasi didefinisikan sebagai saham penukaran uang dengan bentuk-bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta tidak bergerak yang di harapkan dapat di tahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan pendapatan. Yang dimaksud investasi dalam Islam adalah melakukan usaha secara aktif terhadap harta atau sumberdaya yang ia miliki melalui cara-cara yang sesuai dengan prinsip syariah.
B.  Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Dalam Investasi.
Bagi pelaku muamalallah ada beberapa prinsip-prinsip islam yang harus di perhatikan oleh pelaku investasi syari’ah atau pihak terkait, prinsip tersebut meliputi:
1.      Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya , serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2.      Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3.      Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4.      Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5.      Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi) dan gharar ( ketidak jelasan/samar-samar).[2]
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syari’ah tidak boleh disalurkan kepada jenis ndustri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang di haramkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan  dengan syariah berarti di haramkan. Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Seperti menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulasi atau judi dan semua transaksi harus transparan, di haramkan adanya insider trading yang dimana merupakan istilah di bursa yang pengertiannya adalah seseorang yang melakukan transaksi dengan mendapat informasi orang dalam sehingga orang tersebut mendapatkan keuntungan yang abnormal.
Seorang investor muslim harus bisa memiliki prinsip dengan melihat kehalalan, keberkahan dan bertambah.  Berkah dalam artian memilih produk investasi yang lebih banyak membawa kebaikan untuk lebih banyak orang. Bertambah maksudnya dapat memberikan keuntungan yang besar dan bertambah terus pokok investasi,
Dalam aspek halal, kehalalan investasi mencakup hal-hal berikut :[3]
1.      Nait atau motivasi, disini mempunnyai niat dan motivasi dalam saling memberikan manfaat bagi pihak-pihak yeng terlibat dalam transaksi.
2.      Transaksi, dimana transaksi memiliki kesadaran, bentuk transaksi jelas, adanya kerelaan dalam transaksi tersebut.
3.      Prosedur pelaksnaan transaksi, disini setelah akad terjadi maka pelaksnaan tidak boleh menyimpang dari ketentuan awal.
4.      Penggungaan barang atau jasa yang ditransaksikan, melainkan juga termasuk penggunaannya.


C.  Proses Manajemen Investasi Syari’ah
Untuk mencapai tujuan investasi, investasi membutuhkan suatu proses dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan tersebut sudah mempertimbangkan ekspektrasi retrun yang di dapatkan dan juga risiko yang aka di hadapi. Pada dasarnya ada beberapa tahapan terhadap dalam pengambilan keputusan investasi syari’ah :
1.      Melakukan screening obyek investasi.
2.      Menetukan tujuan investasi.
3.      Analisis sekuritas.
4.      Pembentukan portofolio.
5.      Melakukan revisi portofolio.
6.      Evaluasi kinerja portofolio.[4]
Penjelasan tahapan tersebut sebagia berikut:
1.      Melakukan screening obyek investasi (portoflio investasi).
Pada innvestasi syari’ah terdapat resiko bahwa intrumen investasi yang di pilih tidak sesuai dengan syaria’ah, yaitu transaksi masih pada derajat tertentu masih mengandung unsur transaksi gharar, maysir dan riba.  Intrumen investasi syari’ah memiliki instrumen yang terbatas dalam melaksanakan teknik hedging atau lindung nilai tukar. Intrumen terbatas ini dapat membuat pemilik dana terpapar risiko yang lebih besar sibandingkan dengan transaksi hedging yang menggunakan intrumen investasi non-syari’ah. Namun disisi lain risiko inverstasi syari’ah yang selalu mensyaratkan adanya underlying asset (asset turunan) menyebabkan intrumen investasi syari’ah lebih kecil risikonya dibandingkan dengan intrumen investasi non-syariah.
2.      Menetukan tujuan investasi.
Dalam tahapan ini, investor menentukan tujuan investasi dan kemampuan/kekayaannya yang dapat diinvestasikan. Di karenakan ada hubungan positif antara risiko dan retrun, maka hal yang tepat di bagi para investor untuk menyatakan tujuan investasinya tidak hanya untuk memperoleh banyak keuntugan saja,  tetapi juga memahami bahwa ada kemungkinan risiko yang berpotensi menyebabkan kerugian, jadi, tujuan investasi harus di nyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko. Dalam islam menyatakan bahwa segala sesuatu perbuatan maupun amal tergantung pada niatnya.
3.      Analisis sekuritas.
Pada tahapan ini berarti melakukan analisis sekuritas yang meliputi penilaian terhadap sekuritas atau surat hutang yang mudah dicairkan ke dalam kas  secara individual atau beberapa kelompok sekuritas. Salah satu tujuan penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga.  
4.      Pembentukan portofolio.
Pada tahapan ini adalah membentuk portofolio yang melibatkan identifikasi aset khusus mana akan diinvestasikan dan juga menentukan seberapa besar investasi pada setiap aset tersebut. Disini masalah selektivitas, penentuan waktu dan siversifikasi perlu menjadi perhatian investor.
5.      Melakukan revisi portofolio.
Pada tahapan ini, berkenan dengan pengulangan secara periodik dari tiga langkah sebelumnya. Sejalan dengan waktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya yaitu membentuk portofolio baru dengan yang lebih optimal. Motifasi lainnya sei sesuaikan dengan preferensi investor tentang risiko dan retrun itu sendiri.
6.      Evaluasi kinerja portofolio.
Pada tahap ini investor melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio secara periodik dalam arti tidak hanya retrun yang di perhatikan tetapi juga resiko yang di hadapi. Jadi, di perlukan ukuran yang tepat tentang return dan risiko juga standar yang relevan.[5]
Pada hasil-hasil investasi yang di hasilkan dalam beberapa periode terakhir volatilitas instrumen-instumen investasi yang serupa intrumen investasi syari’ah dan non-syari’ah menunjukkan bahwa intrumen investasi syari’ah relatif lebih stabil. Intrumen investasi syari’ah tersebut merupakan saham yang memenuhi kriteria saham syari’ah, reksa dana syari’ah dan sukuk.
D.  Kriteria investasi syari’ah
Pemabahasan mengenai intrumen-instrumen investasi tidak akan memiliki arti apa-apa bila tidak dilengkapi dengan bagaimana kriteria inveastsi yang islami.  menurut The Syari’ah Advisory Council of the Securities Commission of Malaysia. Tentang kriteria standar bagi aktivitas perusahaan yang terdapat di bursa saham kuala lumpur, maka saham-saham perusahaan atau obyek investasi yang di tolak untuk di daftar, adalah berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1.      Beroperasi atas dasar riba, seperti kegiatan-kegitan dari bank komersial dan lembaga keuangan lainnya.
2.      Beroperasi secara mengadu untuk maysir.
3.      Membuat dan atau menjual produk-produk yang haram, seperti, minuman keras, daging tidak halal dan babi.
4.      Beroperasi yang mengandung unsur gharar seperti perusahaan asuransi kovensional.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan yang aktivitasnya mengandung hal-hal yang diperbolehkan, diberikan kriteria sebagai berikut :
1.      Aktivitas utamanya tidak bertentangan dengan syari’ah sebagaimana yang di atur dalam empat kriteria tersebut.
2.      Persepsi dan kesan masyarakat terhadao perusahaan yang baik.
3.      Aktivitas utamanya penting dan maslahah bagi umat muslim dan negara, dan unsur haramnya sangat kecil.
Kriteria-kriteria di atas juga berlaku sama pada pasar modal islami di New York, yaitu dow jone islamic index, tentu saja akan berlaku pula di Indonesia, yaitu di Jakarta islamic index.
Sebagaimana disampaikan oleh the shariah supervisor board of dow jones islamic index. Kriteria perusahaan yang dapat masuk memperdagangkan surat-surat berharga, adalah jika :
1.      Total utang / total aset = atau> 33% (total hutang = utang jangka pendek ditambah bagian lancar utang jangka panjang ditambah utang jangka panjang)
2.      piutang / total aset = atau> 45% (piutang = piutang saat ini ditambah piutang jangka panjang)
3.      Pendapatan bunga operasi non / pendapatan = atau> 5% (jika perusahaan memiliki pendapatan bunga non operasional tetapi laba bersih negatif, itu dikenakan pemotongan. Namun, sebuah perusahaan dengan laba bersih negatif sementara tidak ada pendapatan bunga non operasi mungkin masih disertakan ).
Selain kriteria tersebut diatas, ada beberapa kriteria suatu investasi dapat di golongkan sebagai investasi yang islami, yaitu :
1.      Perusahaan industri.
2.      Perusahaan dengan leverage ratio yang tinggi.
3.      Perusahaan dengan pendapatan bunga yang tinggi.
4.      Perusahaan dengan aktiva kas dan piutang yang tinggi.
Dengan penjelasan sebagai berikut. Perusahaan industri yang dilarang adalah perusahaan-perusahaan industri yang melakukan aktivitas bisnisnya melakukan pengelolaan daging non-halal., pembuatan akhohol, pabrik senjata, bisnis pornografi.
Perusahaan dengan leverage ratio yang tinggi, adalah perushaan yang memiliki struktur modal atau rasio utang dengan modal sendiri melebihi 30% adalah dilarang menurut fatwa hukum islam.
Perusahaan dengan pendapatan bunga yang tinggi, adalah perusahaan yang struktur pendapatan terdapat komponen pendapatan bunga melebihi 15% karena ini  dilarang menurut fatwa hukum islam.
Perusahaan dengan aktiva kas dan piutang yang tinggi, adalah perusahaan yang memiliki struktur aktiva kas 100% atau piutang dagang melebihi 50% adalah dilarang menurut fatwa hukum islam.



E.  Jangka Waktu Investasi
Investasi dapat di bedakan menurut jangka waktu pengambilan keuntungan atau hasilnya. Berdasarkan jangka waktunya, maka investasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :[6]
1.      Jangka pendek
Investasi jangka pendek adalah investasi yang rentang waktunya antara 6 bulan sampai 1 tahun.
2.      Jangka menengah
Investasi jangka menengah adalah investasi yang jangka waktunya antara 1 sampai dengan 3 tahun.
3.      Jangka panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang jangka waktunya lebih dari 3 tahun dan ada yang mengatakan lebih dari 5 tahun.
Jika seseorang misalnya ingin memiliki rumah dalam waktu 7 tahun lagi, maka cita-cita itu menjadi tujuan investasinya. Selama 7 tahun tersebut seseorang akan berusaha untuk memenuhi dana yang diperlukan untuk membeli rumah. Investasi dengan waktu 7 tahun ini dapat dikategorikan ebagai investasi jangka panjang.
F.   Potensi Risiko Investasi
Investasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan masa depan. Mengenai masalah masa depan sangat berkaitan dengan risiko yang akan terjadi. Dengan demikian potensi risiko yang terjadi dalam suatu investasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:[7]
1.      Investasi resiko rendah
Investasi yang memiliki eksposure risiko rendah antara lain: Investasi dalam bentuk deposito, investasi dalam reksadana pendapatan tetap.
2.      Investasi risiko sedang atau menengah
Investasi yang mempuyai ekspore sedang atau menengah adalah investasi dalam obligasi syariah, reksadana campuran, dan pasar uang syariah.
3.      Investasi resiko tinggi
Investasi yang mempunyai ekspore tinggi antara lain investasi dalam bentuk saham dan reksadana saham.

Ragam dan potensi yang ada dalam investasi akan menimbulkan perilaku investor dalam menghadapi resiko investasi. Dalam hal ini ada tiga kecondongan investor dalam menyikapi risiko, yaitu:
1.      Risk Averse
2.      Risk Neutral
3.      Risk seeker
Risk
                                                        Risk Averse
                                                            Risk Neutral
                                                                   Risk Seeker
                                                                       




                                                              Return
Gambar 27.1 Kurva preferensi invertor tentang Risk dan Return

Berikut penjelasan mengenai kurva diatas atas masing-masing tipe investor, yaitu:
1.      Risk Seeker (investor yang suka terhadap risiko)
Merupakan investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih suka mengambil investasi dengan risiko yang lebih besar. Investor yang demikian ini lebih cenderung bersikap agresif dan spekulatif dalam pengambilan keputusan investasi.
2.      Risk Neotrality (investor yang netral terhadap risiko)
Merupakan tipikal investor yang meminta kenaikan tingkat pengembalian yang sama untuk setiap kenaikan risiko. Investor dengan karakter ini cenderung bersikap hati-hati dan fleksibel dalam mengambil keputusan investasi.
3.      Risk Averter (Investor yang tidak suka terhadap risiko)
Merupakan tipikal investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih cenderung mengambil investasi dengan risiko yang lebih kecil.
G.  Pola Investasi Syari’ah
Menurut pola invertor dalam melakukan kegiatan investasi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:[8]
1.      Investasi langsung
Yaitu investasi yang mana pemilik dana dan pengelola bisnis langsung melakukan kesepakatan kerjasama investasi. Misalnya adalah investasi di sector riil dan investasi di pasar modal.
2.      Investasi Tidak Langsung
Yaitu investasi yang mana pemilik modal dan pengelola bisnis tidak langsung berhubungan dalam melakukan kerjasama investasi. Investasi tidak langsung dijalankan dengan menggunakan perantara pihak ketiga. Misalnya investasi di sector perbankan.
H.  Sektor Investasi Syari’ah
Pada umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada financial asset dan investasi pada real asset. Investasi  pada financial asset dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang (SBPU), dan lainnya. Investasi juga dapat dilakukan dipasar modal misalnya berupa saham, obligasi, warrant, opsi, dan lainnya. Sedangkan investasi pada real asset dapat dilakukan dengan pembelian asset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan lainnya.
Investasi dalam Sektor Riil Syari’ah
Pada umumnya, investasi pada sector riil dikaitkan dengan investasi pembelian barang berharga seperti emas, dan kekayaan tetap (fix asset), seperti: rumah, dan tanah. Sector riil adalah bentuk investasi yang bisa dikatakan sebagai investasi jangka panjang. Karena perkembangan investasi di sector riil memakan waktu yang relative cukup panjang.
Pada tahun 70-90an investasi di sector riil sangat digemari, namun seiring dengan perkembangan zaman orang-orang lebih memilih investasi di sector financial. Hal ini tidak lepas dari krisis global yang melanda ekonomi dunia, khususnya Indonesia yang berdampak sangat signifikan sehingga banyak para investor yang mengalami kerugian karena tingkat kerugian yang sangat besar. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa saat ini masih juga menjadi icon para investor.
Hal yang menjadi menakutkan dari investasi sector ini adalah membutuhakan dana yang cukup besar dan pasti hanya bisa dilakukan oleh orang yang kaya. Hal ini yang menjadi hambatan bagi para investor kelas menengah untuk bisa eksis di dunia investasi. Karena, sector riil ini bergerak di bidang Property, perkebunan, jasa, teknologi, dan dari bidangnya saja kita sudah mengetahui tidak mungkin untuk terjun ke dunia tersebut membutuhkan uang yang kecil. Berinvestasi di sector riil ini berarti kita harus menjadi pelaku utama dari pengelolaan perkembangan bidang tersebut. Namun, bukan berarti kita harus terjun langsung ke lapangan.
Dalam arti lain, investasi sector riil merupakan sebuah investasi yang cenderung harus melakukan pembangunan sebuah infrastruktur yang diharapkan nantinya infraastruktur tersebut bisa menghasilkan pendapatan yang terus-menerus dimasa depan. Contohnya, investasi di bidang transportasi baik jasa, alat, atau media. Kenyataanya saat ini banyak faktor yang menghambat investasi di sector riil ini.
Dari berbagai faktor yang menghambat, ada 3 faktor utama yang menjadi hambatan, yaitu:
1.      Kebijakan di bidang industry yang masih lemah dan tidak terfokus.
2.      Kebijakan fiscal yang tidak komprehensif.
3.      Kebijakan moneter yang belum memihak sector riil karena beberapa sector dinilai berisiko tinggi.
Saat ini pertumbuhan ekonomi sangat diharapkan dari tingginya konsumsi masyarakat diharapkan sebagai motor pertumbuhan ekonomi. Padahal konsumsi masyarakat tidak mungkin terus tinggi tanpa adanya peningkatan pendapatan disektor riil tempat dimana masyarakat bekerja dan memperoleh penghasilan. Sedangkan untuk peningkatan pendapatan sector riil memerlukan investasi, baik dalam bentuk perluasan wilayah maupun investasi baru, sehingga dapat meningkatkan peningkatan kapasitas/produksi dan menciptakan produk yang baru sebagai antisipasiperubahan permintaan pasar. Peningkatan kapasitas ini sama halnya menyerap tenaga kerja baru dan meningkatkan pendapatan pekerja yang pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tanpa adanya pertumbuhan di sector riil tidakakan ada pertumbuhan ekonomi.oleh karena itu, pertumbuhan sector riil memerlukan investasi untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Investasi dalam Sektor Keuangan Syari’ah
Instrument investasi berbasis syari’ah pun semakin diminati, terutama oleh kalangan muslim. Hal ini juga dipengaruhi oleh semakin rendahnya tingkat suku bunga tabungan dan deposito bank. Instrument investasi syari’ah yang beredar di masyarakat antara ain saham syari’ah, surat utang syari’ah, dan reksadana syari’ah.[9]
Instrumen surat utang syariah atau yang biasa disebut sukuk merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh suatu institusi dengan menggunakan prinsip ijarah. Ijarah merupakan bahasa Arab yang artinya sewa menyewa. Pada prinsip ijarah ini, logika sederhananya adalah sebagai berikut. Investor membeli aset yang dimiliki oleh penerbit sukuk, kemudian aset tersebut disewakan kepada penerbit sukuk. Atas penyewaan aset ini ,investor berhak mendapatkan uang sewa atau yang biasa dikenal dengan kupon. Pada saat tanggal jatuh tempo,aset tersebut dibeli oleh penerbit sukuk dari para investor.
Reksadana syariah merupakan reksadana yang komponen penempatan dananya pada instrumen instumen investasi berbaris syariah ,baik pada pasar uang syariah ,surat utang syariah dan saham syariah.Saat ini sudah banyak manajer investasi yang menerbitkan reksadana dengan basis syariah dengan berbagai kompetisi yang ditawarkan.
Menggunakan produk keuangan syariah di zaman modern ini sudah tidak mungkin lagi untuk dihindari. Perbankan selain digunakan untuk mempermudah transaksi fungsinya juga untuk sarana investasi. Dan produk keuangan juga banyak yang “rawan” sekali mengandung unsur-unsur yang tidak halal. Misalnya perbankan yang sudah dikenal masyarakat dengan adanya bunga yang bisa dikategorikan sebagai riba. Belum lagi dengan asuransi yang sudah dipahami mengandung unsur maysir (judi) dan gharar (ketidakjelasan). Kalau kita lihat, asuransi juga tidak lepas dari unsur riba karena memiliki unsur investasi yang berbunga. Begitu juga dengan reksadana, secara sederhana kita lihat bahwa reksadana hanya seperti kegiatan bagi hasil diantara para investor dengan manajer investasinya, tetapi alokasinya merupakan tidak terhindar dari riba.
Lalu bagaimana masyarakat Muslim akan memanfaatkan produk keuangan untuk kebaikan mereka, dan ternyata banyak sekali ditemukan unsur yang tidak halal dalam berbagai produk keuangan tersebut? Berikut penjelasan beberapa objek investasi keuangan syari’ah, yaitu:
1.      Perbankan Syari’ah
Sebenarnya umat muslim tidak perlu khawatir, karena jauh sebelum MUI secara resmi memfatwakan bunga bank itu haram sudah ada alternative untuk umat Islam. Sejak tahun 1992 sampai sekarang, sudah banyak bank syari’ah yang beroperasi di Indonesia. Hingga kini sudah ada 11 bank umum syari’ah. Yang termasuk bank umum syariah di Indonesia, yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Indonesia, dan lain sebagainya. Bank konvensional lebih dari 13 yang buka cabang khusus untuk bank syari’ah atau yang biasa dikenal dengan unit usaha syari’ah (UUS), contohnya seperti BRI cabang Syari’ah, BNI cabang syariah, dan lain-lain.[10]
UUS ini walaupun secara hukum berada dibawah bank biasa sebagai induknya, tetapi operasinya sama dengan bank syariah dan produknya pun dijamin halal. Pembukuan dan segala perhitungannya akan dipisahkan dari bank induknya yang masih beroperasi dengan sistem bunga. Jadi dana anda akan tetap aman dan perhitungannya tidak akan bercampur.[11]
Itu adalah banknya, bagaimana dengan produk-produknya? Produk perbankan apa saja yang dapat digunakan sebagai kendaraan untuk berinvestasi? Seperti yang sudah kita kenal selama ini di perbankan konvensiona, bank syariah memiliki produk tabungan, deposito, dan investasi khusus yang dapat digunakan sebagai sarana berinvestasi.
Produk Investasi pada Bank Syari’ah[12]
a.      Tabungan Bagi Hasil (Mudharabah)
Tabungan bagi hasil adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana yang di investasikan oleh penabung secara produktif, menguntungkan, dan memenuhi prinsip syariah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada penabung dan bank,  sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati bersama.[13]
Contoh perhitungan bagi hasil, saldo rata-rata Bapak Budi bulan mei 2015 sebesar Rp 1 juta sedangkan saldo rata-rata tabungan seluruh nasabah Bank Syariah pada bulan tersebut Rp 50 juta. Bila perbandingan bagi hasil antara nasabah dan bank sebesar 50:50 dan pendapatan bank yang dibagi hasilkan untuk tabungan sebesar Rp 1 juta maka bagi hasil yang di dapatkan oleh Bapak Budi adalah sebesar
(Rp 1 juta: Rp 50 juta x rp 1 juta x Rp 50% = Rp 10.000)
Sehingga Bapak Budi akan menerima bagi hasil sebesar Rp 10.000 dalam bulan Mei 2015 atas tabungan salso rata-rata sebesar Rp 1 juta. Berbeda dengan bank konvensional yang pendapatan bunganya tetap sepanjang tidak ada perubahan. Bagi hasil yang didapatkan dari bank syariah dapat berubah setiap bulan, tergantung pendapatan bagi hasil yang diterima bank syariah dari para peminjam.
b.      Deposito Bagi Hasil
Deposito bagi hasil merupakan produk investasi jangka waktu tertentu. Nasabahnya bisa perorangan maupun badan. Produk ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah, sama dengan tabungan bagi hasil.
Contoh perhitungan bagi hasil
Saldo rata-rata Ibu Farah bulan Mei 2015 sebesar Rp 10 jutasedangkan saldo rata-rata seluruh nasabah bank sayriah pada bulan tersebut sebesar Rp 500 juta. Bila perbandingan hasil antara nasabah dan bank 65:35 berarti nasabah tersebut akan mendapatkan 65% dan Bank Syariah 35% dari return yang diperoleh bank syariah dari pengelolaan dana yang dilakukan.[14] Dan pendapatan bank syariah yang dibagi hasilkan untuk deposito tersebut sebesar 10 juta maka bagi hasil yang didapatkan oleh ibu Farah adalah ( Rp 10 juta: Rp 500 juta x RP 10 juta x 65% = Rp 130.000)
c.       Investasi Khusus
Investasi Kusus adalah suatu bentuk investasi nasabah yang disalurkan langsung kepada pembiayaan tertentu sesuai dengan keinginan nasabah. Perbandingan nisbah bagi hasil yang diterapkan berdasarkan kesepkatan antara bank, nasabah serta penasehat keuangan jika diperlukan (dapat dinegoisasikan). Dana akan diinvestasikan kepada sector riil yang menguntungkan sesuai keinginan nasabah.
Contoh perhitungan bagi hasil
Bapak Huda menginvestasikan dana sebesar Rp 5 juta dengan pilihan untuk pembiayaan kepada pedagang bahan bangunan. Bilapada bulan berikutnya keuntungan investasi yang diterima bank dari pedagang bahan bangunan sebesar Rp 2 juta sementara kesepakatan nisbah antara nasabah dan bank sebesar 65:35, maka bagi hasil yang didapatkan Bapak Huda adalah sebesar ( Rp 2 juta x 65% = Rp 1.300.000)
Pendapatan bagi hasil yang diterima oleh deposan investasi khusus dalam hal ini akan sangat bervariasi tergantung dari kinerja dari pedagang yang diberikan pinjaman, dimana ada kemungkinan suatu saat apabila pedagang tersebut mengalami kerugian maka bisa saja kita tidak mendapat bagi hasil atau 0.
2.   Pasar Modal Syari’ah
Secara sederhana, pasar modal syariah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah Islam. Oleh karena itu, instrument yang diperdagangkan tidak boleh terkait dengan kegiatan bisnis yang diharamkan seperti riba (bunga), perjudian, spekulasi, produsen minuman keras, dan lain-lain.[15] Pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal.[16] Penjual (emiten) dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal sehingga mereka berusaha untuk menjual efek dipasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal diperusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal dikenal dengan nama bursa efek, dan di Indonesia ada dua bursa efek yaitu bursa efek Jakarta (BEJ) dan bursa efek Surabaya (BES). Kedua bursa tersebut telah dilebur menjadi bursa efek Indonesia.
Modal yang diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila diukur dari waktunya merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu, bagi emiten sangat menguntungkan karena masa pengembaliannya relative panjang baik yang bersifat kepemilikan maupun yang bersifat utang.
Instrumen Investasi di Pasar Modal Syariah
Jenis instrumen pasar modal syariah di Indonesia mengacu pada fatwa DSN-MUI No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal, terutama pada bab IV, pasal 4. Fatwa tersebut menyatakan bahwa efek-efek berikut dapat diperdagangkan di pasar modal syariah:[17]
a.      Saham Syariah
Saham Syariah menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah suatu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
Prinsip Dasar Saham Syariah
1)      Bersifat musyarakah jika ditawarkan secara terbatas
2)      Bersifat mudharabah jika ditawar kepada publik
3)      Tidak boleh ada pembeda jenis saham, karena resiko harus ditanggung oleh semua pihak.
4)      Prinsip bagi hasil laba-rugi
5)      Tidak dapat dicairkan kecuali dilikuidasi
Jenis Saham Syariah
1)      Saham Preferen
a)      Mempunyai sifat gabungan antara saham biasa dan obligasi
b)      Hak preferen terhadap deviden: hak untuk menerima deviden terlebih dahulu disbanding dengan pemegang saham biasa.
c)      Hak deviden komulatif: hak untukmenerima deviden tahun sebelumnya yang belum dibayar.
d)     Hak preferen likuiditas: mendapat terlebih dahulu aktiva perusahaan disbanding dengan pemegang saham buasa bila terjadi likuidasi.
e)      Dari penjelasan mengenai prinsip dasar saham syariah maka saham preferen tidak berlaku pada saham syariah.
2)      Saham Biasa
a)      Hak control: memilih pimpinan perusahaan
b)      Hak menerima pembagian keuntungan
c)      Hak Preemtive: hak untuk mendapatkan presentase kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham.
3)      Saham Treasury
a)      Saham perusahaan yang pernah beredar dan dibeli kembalioleh perusahaan untuk disimpan dan dapat dijual kembali.
b)      Beberapa alasan kenapa ada saham trearury:
1.      Dapat diberikan sebagai bonus kepada karyawan
2.      Meningkatkan perdagangan sehingga nilai pasar meningkat
3.      Mengurangi jumlah saham yang beredar untuk menaikkan laba per lembar saham
4.      Untuk mencegah perusahaan dikuasai perusahaan lain

Pedoman Syariah
1.      Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh berkembang bila diinvestasikan dalam aktivitas ekonomi.
2.      Hasil dari kegiatan ekonomi diukur dengan tingkat keuntungan investasi.
3.      Uang tidak boleh dijual untuk memperoleh uang.
4.      Saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau musyarakah dapat diperjual belikan dalam rangka kegiatan investasi dan bukan untuk spekulasi dan untuk tujuan perdagangan kertas berharga.
5.      Instrument keuangan syariah, seperti saham, dalam suatu venture atau perusahaan dapat diperjualbelikan karena ia mewakili bagian kepemilikan atas asset dari suatu bisnis.
6.      Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti itu antara lain:
a.       Nilai per penyertaan dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil penaksiran atas bisnis yang bersangkutan.
b.      Transaksi tunai, harus segera diselesaikan sesuai dengan kontrak.
b.   Obligasi Syariah           
Perihal obligasi syariah sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yaitu fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah mudharabah. Keduanya dikeluarkan pada waktu yang bersamaan.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.[18] Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsur non-halal. Mengenai bagi hasil antara emiten dan pemegang obligasi syariah diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan dalam pada saat jatuh tempo, akan diperhitungkan secara keseluruhan.
Jenis Obligasi Syariah
Berdasarkan jenisnya obligasi syariah dijalankan berdasarkan akad, sebagai berikut:
1.      Obligasi mudharabah adalah kerja sama dengan bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pengdapatan yang dibagihasilkan.
2.      Obligasi Ijarah. Dengan akad ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ni akan memberikan fixed return.
Pedoman Syariah
Sebagai catatan, tidak semua emiten bisa menerbitkan obligasi syariah. untuk menerbitkan obligasi syariah ada beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:
1.      Aktivitas utama yang halal, tidak bertentangan dengan subtansi fatwa No. 20/DSN-Mui/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam diantaranya adalah:
a.       Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b.      Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c.       Usaha yang memproduksi, mendirtribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
d.      Usaha yang memproduksi, mendistribusikan dan menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
2.      Peringkat investment guide:
a.       Memiliki fundamental usaha yang kuat.
b.      Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
c.       Memiliki citra yang  baik bagi publik.
c.   Reksadana Syariah
Reksadana adalah wadah untuk menghmpun dana dari masyarakat pemodal untuk diinvestasikan dalam portofolioefek oleh manajer investasi. Fatwa DSN Nomor:20.DSN-MUI/IX/2000 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah mengartikan reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.[19] Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah.
Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal sedangkan pihak yang lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak, dan apabila rugi ditanggung oleh pemiik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian pengelol. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengusaha, makapengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan harta yang diperolehkan untuk diperjualbelikan dalam syariah.
Pedoman Syariah
Tidak adanya unsur penipuan dalam transaksi saham karena nilai saham sangat jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply dan demand. Semua saham yang dikeluarkan reksadana yang tercatat dalam administrasi yang rapid an penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
Dalam reksadana konvensional, pengaturan atau penempatan portofolio investasi hanya menggunakan pertimbangan tingkat keuntungan. Sedangkan reksadana syariah selain mempertimbangan tingkat keuntungan juga harus mempertimbangkan kehalalan dari produk keuangan. Manajer investasi reksadana syariah harus memahami investasi dan mampu melakukan kegiatan pengelolaan yang sesuai dengan syariah. untuk itu diperlukan adanya panduan mengenai norma-norma yang harus dipenuhi manajer investasi agar investasi dan hasilnya tidak melanggar ketentuan syariah. Dalam praktik syariah maka manajer investasi harus bertindak sesuai dengan perjanjian atau akad wakalah. Manajer investasi akan menjadi wakil dari investor untuk kepentingan dan atas nama investor. Sebagai bukti penyertaan dalam reksadana syariah maka investor akan mendapat unit penyertaan dari reksadana syariah.
d.   Asuransi Syariah
Masyarakat sekarang ini sangat membutuhkan asuransi untuk melindungi harta dan keluarga mereka dari akibat musibah. Sebuah keluarga jika hanya mengandalkan dari pemasukan dari kepala keluarga saja tentunya akan sangat terganggu kondisi keuangannya kalau suatu musibah menimpanya. Anak dan istri yang ditinggalkan belum tentu dapat memenuhi sendiri kebutuhan hidupnya sementara lembaga amil zakat secara optimal dan menyeluruh berperan sebagaisolusi.
Bukan hanya resiko musibah terhadap jiwa, tapi asuransi juga dibutuhkan oleh sector usaha. Usaha yang sudah maju bisa saja mengalami kebangkrutan. Keluarga yang terlantar ditinggal pemberi nafkah dan usaha yang bangkrut tak perlu terjadi kalau ada asuransi. Asuransi tidak mbisa mencegah musibah namun bisa menanggulangi akibat dari keuangan yang terjadi.
Perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syariah mugkin tidak terlalu terlihat, karena secara teknis prosedur hamper mirip dengan asuransi konvensional. Tetapi ada satu hal yang mendasar yang membedakan yaitu perjanjian transaksinya. Pada asuransi konvensional nasabah membeli perlindungan atau jaminan dari perusahaan asuransi. Sedangkan pada asuransi syariah perjanjiannya adalah para nasabah mengikat diri dalam suatu komunitas dan saling menanggung jika terjadi musibah.
Dari perbedaan perjanjian akan menimbulkan konsekuensi yang berbeda pula. Diantaranya adalah masalah kepemilikan uang premi. Pada asuransi konvensional karena transaksinya adalah jual beli maka premi yang sudah dibayarkan sepenuhnya menjadi milik perusahaan asuransi. Sedangkan pada asuransi syariah premi yang dibayarkan tetap menjadi milik nasabah yang diamanahkan kepada perusahaan asuransi syariah untuk dikelola dan dikembangkan dananya.
Permasalahan asuransi tidak berhenti pada transaksinya, melainkan pada investasinya. Karena sebagian asuransi yang dibeli masyarakat justru yang asuransi yang mengandung investasi (asuransi dwiguna). Selama ini, asuransi konvensional menginvestasikan dana yang didapatkan tanpa mempertimbangkan faktor halal-haram. Hal ini yang menjadi perbedaan dari asuransi syariah. Asuransi syariah diawasi oleh dewan pengawas syariah yang memastikan bahwa semua mekanisme asuransi dan alokasi investasinya tidak bertentangan dengan hukum syariah.











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
investasi dalam Islam adalah melakukan usaha secara aktif terhadap harta atau sumberdaya yang ia miliki melalui cara-cara yang sesuai dengan prinsip syariah.
Tentang kriteria standar bagi aktivitas perusahaan yang terdapat di bursa saham kuala lumpur, maka saham-saham perusahaan atau obyek investasi yang di tolak untuk di daftar, berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1.      Beroperasi atas dasar riba, seperti kegiatan-kegitan dari bank komersial dan lembaga keuangan lainnya.
2.      Beroperasi secara mengadu untuk maysir.
3.      Membuat dan atau menjual produk-produk yang haram, seperti, minuman keras, daging tidak halal dan babi.
4.      Beroperasi yang mengandung unsur gharar seperti perusahaan asuransi kovensional.
Ragam dan potensi yang ada dalam investasi akan menimbulkan perilaku investor dalam menghadapi resiko investasi. Dalam hal ini ada tiga kecondongan investor dalam menyikapi risiko, yaitu:
1.      Risk Averse
2.      Risk Neutral
3.      Risk seeker


[1] Abdul Halim. Analisis Investasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2005).hal. 4.
[2] Muhammad. Manajemen Keuangan Syari’ah. (Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2014) Hlm 436
[3] Sofiniyah Ghufron. Sistem keuangan dan investasi syariah. (Jakarta: RENAISAN. 2005)h.17
[4] Ibid. Hlm 437
[5] Ibib. Hlm 439
[6] Muhammad. Manajemen Keuangan Syari’ah. H. 480
[7] Ibid,
[8] Ibid, 482
[9] Ibid, h.484
[10] Ahmad Gozali. Seri Keuangan Syariah: Halal, berkah, Bertambah, Mengenal dan Memilih Produk Investasi Syariah. (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2004) h. 42
[11] Ibid. h. 42
[12] Muhamad. Manajemen Keuangan Syari’ah.) h. 486
[13] Ibid, 486
[14] Taufik Hidayat. Buku Pintar Investasi Syariah. (Jakarta: Mediakita, 2011) h. 143
[15] Iswi Hariyani. Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal. (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2010) h.351
[16] Muhamad. Manajemen Keuangan Syari’ah. h. 487
[17] Taufik Hidayat. Buku Pintar Investasi Syariah. h.71
[18] Muhamad. Manajemen Keuangan Syari’ah. h.489
[19] Iswi Hariyani. Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal. H. 358

1 komentar:

  1. Properti dengan harga yang terjangkau di daerah Malang Raya. Dapatkan income hingga puluhan juta per bulan.

    >>> Klik di sini

    Tanpa Bank, Bunga, Denda, Sita, BI Checking

    BalasHapus