Minggu, 08 November 2015

Struktur Modal dan Kebijakan Deviden



STRUKTUR MODAL DAN KEBIJAKAN DEVIDEN

1.1  Pengertian Struktur Modal
Menurut J. Fred Weston dan Thomas E Copeland (1996), mengatakan bahwa struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham.
Berdasarkan beberapa referensi penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan demikian struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka pendek.
1.2  WACC dan Perubahan Struktur Modal
Manajer menentukan struktur modal yang akan memaksimalkan harga saham perusahaan sebagai sasaran. Akan tetapi, sulit bagi kita untuk mengestimasi apa pengaruh suatu perubahan tertentu dari struktur modal pada harga saham. Struktur modal yang memaksimalkan harga saham juga akan meminimalkan WACC, dan terkadang akan lebih mudah untuk meramalkan apa pengaruh perubahan struktur modal pada WACC dibandingkan dengan harga saham. Jadi, banyak manajer menggunakan estimasi hubungan antara struktur modal dan WACC untuk memadu keputusan struktur modal yang mereka ambil.
1.3  Struktur modal optimal
Saat ini, perusahaan tidak memiiki utang, sehingga rasio utangnya nol, dan pada titik ini WACC = rs = 12%. Dengan dimulai digunakannya utang erbiaya rendah, maka WACC akan ikut turun. Namun seiring dengan meningkatnya rasio utang, biaya dari utang maupun ekuitas akan naik, pertama secara perlahan kemudian makin cepat. Pada akhirnya, kenaikan biaya kedua komponen ini akan menutupi kenyataan bahwa perusahaan menggunakan utang dengan biaya yang lebih murah. Jadi, pada utang 40%, WACC akan mencapai titik minimum sebesar 11,04%, dan setelah itu akan naik seiring dengan peningkatan rasio utang.
Meskipun komponen biaya ekuitas lebih tinggi dibandingkan utang, penggunaan utang berbiaya lebih rendah saja tidak akan meminimalkan nilai karena adanya pengaruh umpan balik utang pada biaya utang dan ekuitas.
Paling penting bahwa strktur modal yang meminimalkan WACC juga merupakan struktur modal yang akan memaksimalkan harga saham perusahaan.
1.4  Menentukan struktur modal yang optimal
Struktur modal yang optimal merupakan struktur yang akan memaksimalkan harga saham perusahaan, dan struktur ini pada umumnya meminta rasio utang yang lebih rendah dari pada rasio yang memaksimalkan EPS yang diharapkan.
Harga saham akan berbanding lurus dengan dividen yang diharapkan tetapi berbanding terbalik dengan tingkat pengembalian ekuitas yang diminta. Perusahaan dengan labih tinggi akan mampu membayar dividen yang lebih tinggi, sehingga sampai tingkat di mana utang yang lebih tinggi menaikkan EPS yang diharapkan, leverage akan meningkatkan harga saham. Namun, tingkat utang yang lebih tinggi juga kan meningkatkan risiko perusahaan, dan hal ini akan meningkatkan biaya ekuitas dan mengakibatkan terjadinya penurunan pada harga saham.
1.5  Teori struktur modal[1]
1.      Teori Pertukaran (Trade-Off-Theory)
Merupakan teori struktur modal yang menyatakan perusahaan menukar manfaat pajak dari pendanaan utang dengan masalah yang ditimbulkan oleh potensi  kebangkrutan.
2.      Teori Sinyal (Signal Theory)
Suatu tindakan yang diambil oleh manajemen suatu perusahaan yang memberikan petunjuk kepada investor, tentang bagaimana manajemen menilai prospek perusahaan, perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal.
1.6    Faktor-faktor ketika melakukan keputusan struktur modal:
2.      Stabilitas penjualan. Suatu perusahaan yang penjualannya relative stabil dapat secara aman mengambil utang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
3.      Struktur aset. Perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Aset umum yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk aset dengan tujuan khusus.
4.      Leverage operasi. Jika hal yang lain dianggap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu menerapkan leverage keuangan karena perusahaan tersebut akan memiliki resiko usaha yang lebih rendah.
5.      Tingkat pertumbuhan. Jika hal yang lain dianggap sama, maka perusahaan yang memiliki pertumbuhan lebih cepat harus lebih mengandalkan diri dari pada modal eksternal. Selain itu biaya emisi yang berkaitan dengan penjualan saham biasa akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan menjual utang, mendorong perusahaan yang mengalami pertumbuhan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada utang.
6.      Profitabilitas. Sering kali diamati bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang relative sedikit.
7.      Pajak. Bunga merupakan suatu beban pengurangan pajak, dan pengurangan ini lebih bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Jadi, makin tinggi tarif pajak suatu perusahaan, maka makin besar keunggulan dari utang. 
8.      Kendali. Pengaruh utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan dapat mempengaruhi struktur modal. Jika manajemen saat ini memiliki kendali hak suara (lebih dari 50% saham) tetapi tidak berada dalam posisi untuk membeli saham tambahan lagi, maka manajemen mungkin akan memilih utang sebagai pendanaan baru.
9.      Sikap manajemen. Tidak ada yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal akan mengarah pada harga saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur yang lain.
10.  Sikap pembeli pinjaman dan lembaga pemeringkat. Tanpa mempertimbangkan analisis manajemen sendiri atas factor leverage yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat sering kali akan memengaruhi keputusan struktur keuangan.
11.  Kondisi pasar. Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka panjang maupun jangka pendek yang dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu perusahaan.
12.  Kondisi internal perusahaan. Kondisi internal suatu perusahaan sendiri juga dapat berpengaruh pada sasaran stuktur modalnya.
13.  Fleksibilitas keuangan.
1.7  Variasi-variasi dalam struktur modal
Variasi yang luas dalam penggunaan leverage keuangan terjadi baik di antara industry maupun di antara setiap perusahaan di salam masing-masing industry.
Perusahaan farmasi dan computer menggunakan utang yang relative kecil karena industry perusahaan-perusahaan ini cenderung bersifat musiman, berorientasi pada penelitian, atau menghadapi tuntuntan ganti rugi produk yang sangat besar. Perusahaan fasilitas umum, menggunakan utang dalam jumlah yang relative besar karena aset tetap yang dimilikinya dapat menjadi jaminan yang baik untuk obligasi hipotik dan juga karena penjualan perusahaan tersebut yang relative stabil menjadikannya lebih aman dalam menanngung utang dengan jumlah di atas rata-rata.
Rasio kelipatan pembayaran bunga memberikan indikasi tentang seberapa rentan perusahaan terhadap kesulitan keuangan. Rasio ini bergantung pada tiga factor : (1) persentase utang, (2) tingkat bunga atas utang, dan (3) profitabilitas perusahaan. Pada umumnya, industry-industri dengan leverage rendah seperti computer dan farmasi memiliki rasio cakupan yang tinggi., sementara industry-industri seperti fasilitas umum, yang didanai sebagian besar menggunakan utang, memiliki cakupan yang rendah.
KEBIJAKAN DEVIDEN
2.1  Pengertian Kebijakan Deviden
Pengertian kebijakan dividen menurut Agus Sartono menyatakan bahwa : “Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang”.[2]
menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:253) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakn dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Ketika memutuskan seberapa besar jumlah kas yang akan didistribusikan,  manajer keuangan harus selalu ingat bahwa tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Sehingga sebagian besar sasaran rasio pembayaran (target payout ratio) yang didefinisikan sebagai presentase laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai – seharusnya didasarkan atas preferensi investor atas dividen versus keuntungan modal.


2.2 Teori – Teori dalam Kebijakan Deviden
a.      Teori Dividen Ireleven
Proffesor Merton Miller dan Franco Modigliani (MM) mengemukakan teori bahwa kebijakan dividen tidak berdampak pada harga saham maupun biaya modal suatu perusahaan; kebijakan dividen merupakan sesuatu yang irelevan (irrelevant)[3]. MM mengembangkan teori mereka berdasarkan sekumpulan asumsi yang ketat, dan berdasarkan asumsi – asumsi tersebut, mereka membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh profitabilitas dasar dan risiko usahanya. Dengan kata lain, nilai perusahaan hanya bergantung pada laba yang dihasilkan oleh asetnya, bukan pada bagaimana laba itu dipecah antara dividen dan laba ditahan.
Berdasarkan asumsi – asumsi mereka, MM berpendapat  bahwa setiap pemegang saham dapat menentukan kebijakan dividennya sendiri. Misalnya, jika suatu perusahaan tidak membayarkan dividen, maka seorang pemegang saham yang menginginkan dividen 5 persen dapat “menciptakannya” dengan menjual 5 persen sahamnya.
Beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller mengenai dividen tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya: biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan lebih suka menggunakan laba ditahan daripada menerbitkan saham baru. Ada kemungkinan laba ditahan tidak cukup besar sehingga perusahaan harus menerbitkan saham baru. Semakin besar target laba ditahan, semakin kecil kemungkinan perusahaan menerbitkan saham baru. Karena biaya modal sendiri ditentukan oleh besar-kecilnya laba ditahan yang ditentukan dividen (Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.,2002: 312-313).
b.      Bird in the hand theory
Teori dari Lintner (1962), Gordon (1963), dan Bhattacharya (1979) menjelaskan bahwa investor menyukai pendapatan dividen yang tinggi karena pendapatan dividen yang diterima seperti burung di tangan (bird in the hand) yang mempunyai nilai yang lebih tinggi dan risiko yang kecil daripada pendapatan modal (bird in the bush) karena dividen lebih pasti dari pendapatan modal. Teori ini juga berpendapat bahwa investor menyukai dividen karena kas di tangan lebih bernilai daripada kekayaan dalam bentuk lain. Konsekuensinya, harga saham perusahaan akan sangat ditentukan oleh besarnya dividen yang dibagikan. Peningkatan dividen akan meningkatkan harga saham yang akan berdampak pula pada nilai perusahaan. Menurut Modigliani dan Miller pendapat Gordon dan Lintner merupakan suatu kesalahan, karena akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama.
c.       Teori Perpindahan Pajak
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa. Suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak dengan alasan sebagai berikut ini: :
a. Keuntungan modal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah daripada untuk    pembagian dividen, karena itu investor yang kaya mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba di dalam perusahaan.
b. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, karena adanya nilai efek waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan.
c. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris dapat terhindar dari pajak keuntungan modal.


2.2  Bentuk-Bentuk Kebijakan Dividen[4]
Kebijakan dividen yang dilakukan perusahaan bentuknya bisa bermacam-macam. Menurut Bambang Riyanto (2001:269) menyatakan bahwa ada macam-macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan antara lain sebagai berikut :
1.       Kebijakan dividen yang stabil
Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil, artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham setiap tahunnya berfluktuasi.
2.      Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham tiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal tersebut.
3.      Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan
Jenis kebijakan dividen yang ketiga adalah penetapan dividend payout ratioyang konstan. Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividen payout ratio yang konstan misalnya 50%. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap tahunnya.
4.      Kebijakan dividen yang fleksibel
Kebijakan dividen yang terakhir adalah penetapan dividen payout ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap tahun disesuaikan dengan posisi financial dan kebijakan financial dari perusahaan yang bersangkutan.
2.5 Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kebijakan Deviden[5]
1)      Pembatasan
a.       Perjanjian obligasi, kontrak utang sering kali membatasi pembayaran dividen atas laba yang dihasilkan setelah pinjaman diberikan. Kontrak utang juga sering kali menyatakan bahwa tidak ada pembayaran dividen kecuali jika rasio lancer, rasio kelipatan pembayaran bunga, dan rasio – rasio keamanan lainnya melebihi nilai minimum yang telah ditentukan.
b.      Pembatasan saham preferen pada umumnya, dividen  saham biasa tidak dapat dibayarkan jika perusahaan menghilangkan dividen saham preferennya.tunggakan sahan preferen harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum dividen saham biasa dapat diteruskan pembayarannya.
c.       Ketersediaan kas. Dividen tunai hanya dapat dibayarkan dengan kas. Jadi, kekurangan kas pada bank dapat membatasi pembayaran dividen,. Namun kemampuan untuk melakukan pinjaman akan dapat menutupi factor ini.
2)      Sumber – sumber modal alternative
a.       Biaya penjualan saham baru. Jika suatu perusahaan perlu mendanai investasi dalam tingkat tertentu, perusahaan dapat mendapatkan ekuiditas dengan menahan laba atau menerbitkan saham biasa baru.
b.      Kemampuan untuk mensubtitusi utang dengan ekuitas. Perusahaan dapat mendanai tingkat investasi tertentu menggunakan baik itu utang atau ekuiditas.
2.6  Dampak kebijakan dividen pada rs
1.    Keinginan pemegang saham untuk mendapatkan laba saat ini versus masa depan
2.    Anggapan tingkat risiko dividen versus keuntungan modal
3.    Keuntungan pajak atas keuntungan modal dibandingkan dividen
4.    Muatan informasi dividen (sinyal).


2.7  Pecah saham dan dividen saham
Adalah suatu tindakan yang diambil oleh suatu perusahaan untuk meningkatkan jumlah lembar saham beredar, seperti melipatgandakan jumlah lembar saham beredar dengan memberikan dua saham baru kepada setiap pemegang saham untuk setiap satu lembar saham yang sebelumnya di miliki. Sedangkan Dividen saham adalah suatu dividen yang dibayarkan dalam bentuk tambahan lembar saham dan bukan dalam bentuk tunai.[6]


      Kesimpulan
struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Dalam struktur modal ada beberapa teory diantaranya: Teori Pertukaran (Trade-Off-Theory), Teori Sinyal (Signal Theory). Factor-faktor yang mempengaruhi struktur modal:Stabilitas penjualan,pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Aset umum yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk aset dengan tujuan khusus, Leverage operasi.. Tingkat pertumbuhan, Profitabilitas, Pajak., Kendali, Sikap manajemen., Sikap pembeli pinjaman dan lembaga pemeringkat, Kondisi pasar, Kondisi internal perusahaan. Dan Fleksibilitas keuangan.
Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa dating. Beberapa teory dalam kebijakan deviden:
d         Teori Dividen Ireleven
Bird in the hand theory
Teori Perpindahan Pajak
Bentuk-bentuk kebijakan deviden:
Kebijakan dividen yang stabil, Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu, Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan, Kebijakan dividen yang fleksibel.


Referensi:

[1] Eugene F.Brighem dan Joel F.houstin, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Ed.11 Buku 2,( Jakarta:Salemba Empat, 2014), hal. 183-186
[3] Merton H. Miller dan Franco Modigliani, “Dividend Policy, Growth, and the Valuation of Shares,” Journal of Business, Oktober 1961, hlm.411 – 433
[4] Tampubolon Manahan P, Manaemen Keunagan (finance Management), (Bogor:Ghalia Indonesia, 2005), hal.
[5] Eugene F.Brighem dan Joel F.houstin, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Ed.11 Buku 2,( Jakarta:Salemba Empat, 2014), hal.231-233
[6] Ibit, hal.234-235

1 komentar: