Minggu, 08 November 2015

Time Value of Money and Economic Value of Time



TIME VALUE OF MONEY AND ECONOMIC VALUE OF TIME

A.    Karakteristik Keuangan Syariah

Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dengan menggunakan prinsip penyertaan dalam rangka pemenuhan permodalan maupun dengan prinsip pinjaman dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiyayaan. Bank Islam tidak menggunakan metode pinjam-meminjam uang dalam rangka kegiatan komersial, karena setiap pinjam-meminjam uang yang dilakuan dengan persyaratan atau janji pemberian imbalan adalah termasuk riba.[1] Karena dalam praktik lembaga dan sistem keuangan konvensional mengandung beberapa aspek yang bertentangan dengan ajaran Islam, maka sudah selayaknya kalau ada upaya membangun konstruksi sistem dan lembaga keuangan syariah. Di samping itu, sistem dan lembaga keuangan syariah memiliki karakteristik yang tidak ada dalam sistem dan lembaga keuangan konvensional. Adapun karakteristik keuangan syariah tersebut adalah:[2]
1.      Dijalankan Berdasarkan Prinsip Syariah.
2.      Implementasi prinsip ekonomi Islam dengan ciri-ciri:
a.       Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya,
b.      Tidak mengenal konsep “time value of money”,
c.       Uangsebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan.
3.      Beroperasi atas dasar bagi hasil.
4.      Kegiatan usaha untuk memperoleh imbal atas jasa.
5.      Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan.
6.      Asas utamanya adalah: kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal.
7.      Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil, namun dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil.
Berdasarkan Karakteristik tersebut, jelas bahwa dalam sistem, prosedur, mekanisme dan teknik keuangannya adalah berbeda antara keuangan syariah dengan keuangan konvensional. Hal yang paling penting dan selalu menjadi akar masalah adalah masalah riba dan nilai waktu uang. Konsep Time Value of Money juga menjadi jantung dalam mekanisme keuangan konvensional. Sementara TVM adalah konsep yang harus ditinggalkan dalam sistem dan mekanisme keuangan syariah.

B.     Konsep Time Value of Money dan Cost of Capital

TVM merupakan nilai uang yang bertambah karena perjalanan waktu, bukan didasarkan pada aktivitas ekonomi yang dilakukan. Selain itu, TVM merupakan intervensi konsep biologi dalam bidang ekonomi. Konsep ini muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan barang yang hidup (sel hidup).[3]
Pb = P0 ( 1 + g ) t
Dimana:
Pb : Pertumbuhan Sel
P0 : Sel Pada Awalnya
g   : Pertumbuhan
t    : Waktu
Formula ini kemudian diadopsi dalam ilmu keuangan dan akhirnya dirumuskan sebagai berikut:
FV = PV ( 1 + i )n
Dimana:
FV : Future Value (Nilai uang masa yang akan datang)
PV : Present Value (Nilai uang masa sekarang)
i     : Tingkat suku bunga
n    : Waktu
 Peran nilai waktu dari uang, di mana nilai uang sangat dipengaruhi oleh waktu. Nilai waktu dari uang merupakan suatu pertimbangan yang kritikal dalam keputusan keuangan (Finansial) dan investasi. Sebagai contoh, umpamanya bunga majemuk (compoud interest) diperlukan untuk menentukan jumlah uang yang akan datang sebagai akibat dari suatu investasi. [4]
Pembhasan mengenai time value of money  dan cost of capital tidak dapat dilepaskan dengan konsep diskonto. Konsep diskonto sangat penting dalam analisis teori modal dan investasi. Secara praktis, digunakan dalam evaluasi proyek ataupun keputusan investasi. Misalnya saja model Net Present Value (NPV), Cost Benefit Analysis, Internal Required Rate of Return, Deviden Model, dalam asset valuation. Diskonto inilah yang dimaksud dalam TVM.
Konsep time value of money atau yang disebut ekonom sebagai possitive time prefference menyebutkan bahwa nilai komoditi pada saat ini lebi tinggi dibandingkan nilainya dimasa depan. Konsep yang dikembangkan oleh Von Bhom-Bawerk dalam capital and interest dan positife theory of capital memang menyebutkan bahwa positive time prefference merupakan polanekonomi yang normal, sistematis, dan rasional. Diskonto dalam positive time prefference ini biasanya didasarkan pada, atau paling tidak berhubungan dengan tingkat bunga (interest rate).[5]

C.    Kritik Atas Konsep Time Value Of Money

Dalam ekonomi konvensional time value of money didefinisikan sebagai berikut:
“Satu dollar hari ini lebih berharga daripada satu dollar di masa depan karena satu dollar hari ini bisa diinvestasikan untuk mendapatkan pengembalian”
Pengertian ini tidaklah akurat karena setiap investasi memiliki peluang untung mendapatkan hasil positif, negatif dan impas (no return). Itu sebabnya dalam teori keuangan selalu dikenal hubungan antara risk-return.[6]
Dalam ekonomi konvensional, ada dua hal yang mendasari konsep time value of money, yaitu:[7]
1.    Presence of Inflation, yaitu kompensasi untuk hilangnya daya beli uang akibat inflasi.
2.    Preference present consumption to future consumption, meskipun tingkat inflasi nol, tetapi kebanyakan orang lebih suka mengkonsumsi sesuatu (misal: gorengan) hari ini daripada tahun depan. Oleh karena itu, untuk menunda mkonsumsi hari ini diberikanlah kompensasi.

Dasar yang pertama tidak dapat diterima, karena dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan deflasi. Jika keadaan inflasilah yang mendasari adanya time value of money, maka seharusnya keberadaan deflasi juga harus mendasari adanya negative time value of money. Dengan demikian, dalam teori time value of money hanya mengakomodasi satu kondisi (inflasi) saja, sedangkan kondisi deflasi diabaikan.[8]
Ekonomi konvensional memasukkan unsur ketidakpastian return dan menyebut kompensasinya sebagai discount rate yang lebih bersifat umum dibandingkan dengan istilah interest rate. Ketidakpastian return dikonversikan menjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainty (hadiah dari ketidakpastian). Dalam investasi selalu ada kemungkinan mendapatkan pengembalian yang positif, negatif atau no return. Inilah yang menyebabkan ketidakpastian (uncertainty), tetapi probabilitas negative return dan no return ditukarkan dengan sesuatu yang pasti, yaitu premium for uncertainty.[9]

D.    Konsep Economic Value Of Time

Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan tentang apa dan bagaimana time value of money. Dalam pandangan ekonomi syariah menolak keadaan yang demikian, yaitu keadaan al ghunmu bi la ghurmi (mendapatkan pengembalian tanpa tanggung jawab atas segala risiko) dan al-kharaj bi la dhaman (mendapatkan penghasilan tanpa tanggung jawab atas biaya apapun). Sebenarnya keadaan ini juga ditolak oleh teori keuangan, yang menjelaskan adanya hubungan searah antara risk dan return.[10]
Kuantitas waktu bagi semua orang adalah sama, namun nilai dari waktu akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu tersebut dengan efektif dan efisien. Dengan menggunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin, maka dapat mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melakukannya. Dalam Islam, keuntungan yang dicari bukan saja keuntungan di dunia, melainkan juga di akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien, tetapi jugaharus didasari dengan keimanan.[11]
Jika dikaitkan dalam konteks ekonomi, maka keuntungan akan diperoleh setelah menjalankan aktivitas bisnis. Jadi, barang siapa yang melakukan aktivitas bisnis secara efektif dan efisien, ia akan mendapatkan keuntungan. Namun telah kita ketahui sebelumnya, bahwa mengambil keuntungan melalui interest rate adalah dilarang dalam Islam. Maka, dalam ekonomi syariah, penggunaan sejenis discount rate dapat digunakan dalam menentukan harga mu’ajjal (bayar tangguh), karena:[12]
1.    Jual beli dan sewa menyewa adalah transaksi yang termasuk dalam sektor riil dan menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis)
2.    Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.

Discount rate dapat pula digunakan dalam menentukan nisbah bagi hasil. Dalam hal ini, nisbah dikalikan dengan pendapatan actual (actual return) bukan dengan pendapatan yang diharapkan (expected return). Dalam transaksi bagi hasil hubungannya adalah antara pemodal dan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi, tidak ada pihak yang telah melaksanakan kewajibannya, namun masih tertahan haknya.[13] Ketika keduanya telah melaksanakan kewajibannya, maka hak keduanya adalah berbagi hasil atas pendapatan atau keuntungan sesuai dengan kesepakatan awal.[14]

Tabel perbedaan Interest Rate  dengan Discount Rate dalam Pandangan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syari’ah
Certainty Return
Uncertainty Return
Ekonomi Konvensional
Ekonomi
Syaria’ah
Ekonomi Konvensional
Ekonomi
Syaria’ah
Interest rate ditentukan oleh:
1.    Preferency current concumption.
2.    Expected inflation.
Keuntungan dalam jual beli/sewa menyewa secara bayar tangguh ditentukan oleh:
1.    Tingkat keuntungan setiap kali transaksi
2.    Frekuensi transaksi dalam satu periode.
Discount rate ditentukan oleh:
1.      Preferency current concumption.
2.      Expected inflation.
3.      Premium for uncertainty, dengan kata lain actual return dipaksakan harus sama dengan expected return­-nya.
- Discount rate ditentukan atas dasar harapan keuntunga (expected return) da digunakan untuk menetukan nisbah bagi hasil
-Bagi hasil yang harus dibayarkan adalah nisbah bagi hasil dikalikan dengan pendapatan aktualnya.
-Dengan kata lain, pendapatan actual tidak harus sama dengan pendapatan yang diharapkan.

E.    Economic Value Of Time Dan Teori Akad Dalam Islam

Gambaran hukum Islam mengenai prinsip-prinsip keuangan syariah tercakup dalam bentuk aqad dan bentuk instrument keuangan. Hubungan ikatan dagang dan keuangan di dalam Islam diatur dengan hukum fiqh muamalat. Fiqh muamalat membedakan antara wa’ad dan akad (aqad).[15]
Wa’ad adalah janji antara satu pihak dengan pihak yang lain. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yaitu pihak yang memberikan janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang lain tidak memiliki kewajiban apapun terhadap pihak yang lain. Akad adalah ikatan kontrak dua pihak yang telah bersepakat. Hal ini berarti dalam akad, kedua pihak memiliki kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.[16]
Dalam fiqh muamalat, pembahasan akad dari segi ada atau tidaknya kompensasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu aqad tabarru’ dan aqad tijarah mu’awadah. Aqad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba atau transaksi tidak mengambil untung. Dengan kata lain, akad tabarru’ pada hakikatnya bukan merupakan transaksi bisnis yang untuk mencari keuntungan komersil. Tujuan dari akad ini adalah untuk aktivitas tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Fungsi dari akad tabarru’ ini sendiri adalah untuk mencari keuntungan di akhirat.[17]
Aqad tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi mencari keuntungan. Akad-akad ini dilakukan untuk mencari keuntungan, karena bersifat komersil. Berdasarkan tingkat kepastian daru hasil yang diperoleh, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok  besar yaitu natural uncertainty Contracts dan Natural Certainty Contracts.[18]
Natural certainty contracts atau kontrak yang secara alamiah memberikan hasil pasti adalah kontrak yang dilakukan oleh kedua belah pihak  untuk saling mempertukarkan aset yang dimilikinya. Jenis kontrak ini adalah kontrak-kontrak jual-beli (al-bai’ salam dan istishna’) dan  sewa menyewa (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik). Sedangkan natural uncertainty contracts atau kontrak yang secara alamiah tidak memberikan hasil pasti adalah kontrak yang terjadi jika pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya menjadi satu kesatuan dan menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Contoh dalam akad ini adalah musyarakah (yang terdiri dari wujuh, ‘inan, abdan, muwafadhah mudharabah), muzara’ah, musaqah, dan mukabarah.[19]
Economic Value of Time pada Teori Percampuran[20]
Ada beberapa asumsi yang digunakan dalam memformulasikan konsep EVT (Economic Value of Time), yaitu:
1.    Harta harus berputar tidak boleh diam.
2.    Semakin sering berputar maka akan semakin berkembang.
3.    Masa depan tidak pasti hasilnya, bisa positif/negatif/impas.
4.    Return bisnis masa depan dapat diproyeksikan.
5.    Hasil aktual tidak selamanya sama dengan hasil yang diproyeksikan.

Formula untuk menghitung perkembangan harta yang diinvestasikan secara syari’ah adalah sebagai berikut:
Harta Masa Depan (Hmd) = Modal Sekarang (Ms) + Pendapatan Investasi (Pi)
atau
Hmd = Ms + Pi, dimana:
Pendapatan Investasi (Pi) = Modal Sekarang (Ms) x Velocity Modal (v) x Nisbah (Q) x Return Investasi (R)
atau
Pi = Ms.v.(QR)
Jadi:
Hmd = Ms + (Ms.v.Q.R)

Jadi, jika teori time value of money tidak boleh diterapkan dalam ekonomi syari’ah, maka  formula di atas dapat digunakan.
Economic Value of Time pada Teori Pertukaran[21]
Penentuan harga jual beli di dalam Islam, tidak ada ketentuan bakunya. Namun dalam fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000,  yang menyatakan tentang harga beli dan harga jual, kemudian fatwa DSN No. 16/IX/2000, yang menyatakan:
Harga dalam jual-beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperulukan ditambah keuntungan sesuai demgan kesepakatan.
Penentuan harga jual beli tersebut selanjutnya dapat dijelaskan dengan analisis syari’ah, bahwa presentase keuntungan tidak boleh berjalan mengikuti waktu. Namun kenyataannya, biaya dapat berjalan mengikuti waktu. Oleh karena itu, untuk memberikan solusi atas pembahasan di atas, Muhammad mengajukan rumus harga jual murabahah sebagai berikut:
Harga Jual Bank = Harga Beli Bank + (Waktu x Cost Recovery) + %Keuntungan
Simbol formulasinya adalah:
HJb = HBb + (t x CR) + k
Dimana:
HJb           = Harga Jual Bank
HBb          = Harga Beli Bank
t             = Waktu
CR         = Cost Recovery
k            = Margin keuntungan yang diinginkan
             
Uang Muka, Diskon, dan Harga Jual[22]
Harga jual murabahah di bank syari’ah bisa berubah antara calon nasabah yang satu dengan yang lain. Hal ini dapat dipengaruhi oleh uang muka (urbun) dan diskon yang diberikan supplier kapada bank syari’ah. Kaitannya dengan uang muka telah dijelaskan dalam  fatwa DSN-MUI No.16/IX/2000. Namun tidak ada ketentuan mengenai besarnya uang muka yang harus disertakan oleh calon nasacah. Bedasarkan hal tersebut maka dapar diformulasikan:
Harga Jual Bank = (Harga Beli Bank – Uang Muka Nasabah) + (waktu x Cost Recovery) + %Keuntungan
Atau
HJb = (HBb – UMb) + (t x CR) + k
Jika dalam jual-beli murabahah bank syari’ah mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon. Maka harga jual murabahah adalah:
HJb = (HBb - D - UMb) + (t x CR) + k
Dimana:
HJb     = Harga Jual Bank
HBb    = Harga Beli Bank
UMb   = Uang Muka Nasabah (Urbun)
D  = Diskon dari supplier
t    = Waktu
CR    = Cost Recovery
k   = Margin keuntungan yang diinginkan
Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad, maka harga jual murabahah adalah:
HJb = [(HBb - UMb) + (t x CR) + k]
Dimana:
HJb           = Harga Jual Bank
HBb          = Harga Beli Bank
UMb         = Uang Muka Nasabah (Urbun)
t             = Waktu
CR         = Cost Recovery
k            = Margin keuntungan yang diinginkan

Apabila diskon diberikan setelah akad atau realisasi pembiayaan, maka pembagian diskon tidak ada kaitannya dengan harga jual beli. Sehingga pembagian diskonnya dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama. Maka formulasinya sebagai berikut:
Diskon untuk Bank (Dd) = 50% x Nominal Diskon (ND);
Diskon untuk Nasabah (Dn) = 50% x Nominal Diskon (ND)

KESIMPULAN
Karakteristik keuangan syariah : dijalankan berdasarkan prinsip syariah, implementasi prinsip ekonomi Islam, beroperasi atas dasar bagi hasil, kegiatan usaha untuk memperoleh imbal atas jasa, tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan, asas utamanya adalah: kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal dan tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil, namun dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil.
TVM merupakan nilai uang yang bertambah karena perjalanan waktu, bukan didasarkan pada aktivitas ekonomi yang dilakukan. Selain itu, TVM merupakan intervensi konsep biologi dalam bidang ekonomi. Pembhasan mengenai time value of money  dan cost of capital tidak dapat dilepaskan dengan konsep diskonto. Konsep diskonto sangat penting dalam analisis teori modal dan investasi. Secara praktis, digunakan dalam evaluasi proyek ataupun keputusan investasi. Misalnya saja model Net Present Value (NPV), Cost Benefit Analysis, Internal Required Rate of Return, Deviden Model, dalam asset valuation. Diskonto inilah yang dimaksud dalam TVM.
Atas konsep Time Value Of Money dasar yang pertama tidak dapat diterima, karena dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan deflasi. Ekonomi konvensional memasukkan unsur ketidakpastian return dan menyebut kompensasinya sebagai discount rate yang lebih bersifat umum dibandingkan dengan istilah interest rate.
Kuantitas waktu bagi semua orang adalah sama, namun nilai dari waktu akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu tersebut dengan efektif dan efisien. Dengan menggunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin, maka dapat mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melakukannya. Dalam Islam, keuntungan yang dicari bukan saja keuntungan di dunia, melainkan juga di akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien, tetapi jugaharus didasari dengan keimanan.
Gambaran hukum Islam mengenai prinsip-prinsip keuangan syariah tercakup dalam bentuk aqad dan bentuk instrument keuangan. Hubungan ikatan dagang dan keuangan di dalam Islam diatur dengan hukum fiqh muamalat. Dalam fiqh muamalat, pembahasan akad dari segi ada atau tidaknya kompensasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu aqad tabarru’ dan aqad tijarah.


[1] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Azkia Publisher, 2009). hlm. 22
[2] Muhammad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014). hlm. 156
[3] Ibid., Hal. 157
[4] Manahan P. Tampubolon, Manajemen Keuangan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005). hlm. 111
[5] Muhammad, ibid, hlm. 159-160
[6] Muhammad, ibid, hlm. 161.
[7] Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 112.
[8] Ibid.
[10] Adiwarman Karim, Bank Islam: analisis fiqih dan keuangan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 379.
[11] Adiwarman Karim, ibid, hlm. 376.
[12] Ibid.
[13] Ibid,
[14] Muhammad, ibid, hlm. 165.
[15] Ibid, hlm. 166.
[16] Ibid.
[17] Ibid, hlm. 166-167.
[18] Ibid, hlm. 167.
[19] Ibid, hlm. 167-168.
[20] Ibid, hlm. 168-169.
[21] Ibid, hlm. 169-171.
[22] Ibid, hlm. 171-172.

1 komentar:

  1. Prediksi Togel HK Mbah Bonar 17 Mei 2020 <a href="https://indextogel.org/prediksi-togel/prediksi-togel-hk-mbah-bonar-17-mei-2020/ </a> Gabung sekarang dan Menangkan Hingga Ratusan Juta Rupiah !!!

    BalasHapus