Sabtu, 07 November 2015

Bentuk Organisasi Perusahaan Syariah

ORGANISASI PERUSAHAAN SYARIAH

A.    Bentuk organisasi bisnis dalam perekonomian syariah

Dalam perekonomian Islam bentuk organisasi- organisasi bisnis secara umum dikelompokan menjadi tiga bentuk, antara lain yaitu: organisasi bisnis perusahaan perorangan (sole proprietorship), bentuk persekutuan/syirkah (partnership), dan organisasi bisnis mudharabah.[1]
1.      Perusahaan perorangan (sole proprietorship)
Perusahaan perorangan (sole proprietorship) merupakan format organisasi bisnis yang paling sederhana yang hampir ada dalam setiap sistem ekonomi non- sosialis.
Seperti  sistem ekonomi kapitalis, ekonomi islam mengizinkan perusahaan swasta oleh individu dan tidak mengikatnya. Dalam perusahaan ini pemilik bebas untuk memutuskan modal, apakah melalui pinjaman atau menjual barang-barangnya dengan cara kredit.[2]
2.      Persekutuan (partnership)/ Syirkah
Kata syirkah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata Syarika-yasroku, syarikan/syirkatan/syarikatan yang artinya menjadi sekutu atau serikat. Kata dasarnya dapat dibaca Syirkah, dapat juga dibaca syarikah.  
Akan tetapi menurut AL-Jaziri dalam fiqih ‘ala al-Madzahib al Ar- Ba’ah dibaca syirkah.
Secara etimologis syirkah berarti mencampurkan kedua bagian tangan atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An- Nabbani,1990)
Adapun menurut makna syariah, syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.[3]
Persekutuan (partnership) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih untuk mendistribusikan laba (profit) atau kerugian (loses) dari suatu bisnis yang dijalankan oleh semua pihak atau salah satu dari mereka sebagai pengelola.
a.      Hukum dan Rukun Syirkah.[4]
ü Hukum syirkah ialah ja’iz (boleh), berdasarkan Hadis Nabi saw. Berupa taqrir (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara bersyirkah dan Nabi Muhammad membenarkannya.
Nabi Muhammad saw bersabda, sebagaimana telah dituturkan Abu Huroiroh ra: Alloh ‘Azza wa jalla telah berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satumya brkhianat, aku keluar dari keduannya”. (HR.Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruqutni).
ü Rukun Syirkah ada tiga:
1.    akad (ijab dan qabul) disebut juga syighat
2.    dua pihak yang berakad (‘aqidain)
3.    obyek akad (maqqud ‘alaihi)
ü Adapun syarat dari akad yaitu
1.    Objek akadnya berupa tassarruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad. Misalnya jual beli.
2.    Objek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi ha bersama agar keuntungan menjadi hak bersama diantara para syarik.
b.      Jenis-jenis Organisasi Syirkah

Syarikah  memiliki klasifikasi yaitu syarikah hak milik (syarikatul amlak) serta syarikah transaksi (syarikatul uqud). Syarikatul uqud memiliki lima jenis yaitu, sebagai berikut:
1.    Syarikah al- Inan
Syirkah antara dua orang atau lebih yang masing masing memberi kontribusi kerja dan modal. Hukum dari syirkah ii adalah boleh berdasarkan dalil as- Sunnah dan Al ijma’. Syarikah model ini dibangun dengan prinsip wakalah dan kepercayaan.
2.    Syarikah al- Wujuh
Syirkah antara dua orang dengan modal berasal dari pihak diluar orang tersebut. Syirkah al wujuh dapat terjadi karena adanya kedudukan, profesionalisme, kepercayaan dari pihak lain untuk membeli secara kredit kemudian menjualnya secara kontan.
3.    Syarikah  Abdan
Syirkah antara dua orang atau lebih mengandalkan tenaga atau keahliannya tanpa kontribusi modal.
4.    Syarikah mudharabah
Syirkah antara dua orang atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan kontribusi kerja , sedangkan pihak lain memberikan kontribusi modal.
5.    Syarikah Mufawadhah
Syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah diatas.
c.       Pembagian keuntungan dan kerugian (profit and Loss Sharing)
1.      Keuntungan akan dibagikan diantara mitra pada tingkat ratio yang disepakati.
2.      Kerugian akan dibagikan dalam proporsi jumlah modal yang diinvestasikan.
3.      Kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal, sampai ia dapat menujukkan bahwa kerugian muncul karena keahlian orang lain yang dipercayakan menjalankan bisnis.[5]

d.      Hak- hak dan kewajiban para mitra usaha

Semua mitra usaha (partner) yang ikut ambil bagian dalam kontrak organisasi bisnis ini, pada dasarnya memiliki hak- hak dan kewajiban yang jelas dan mengikat mereka.
ü  Hak – hak Mitra[6]
Hak –hak seluruh Mitra
a.    setiap mitra memiliki hak untuk menjual barang-barang dengan kredit tanpa harus memperoleh izin tertulis dari mitra lainya dan seluruh mitra akan terikat dengan masing-masing harus menjual barang-barang dengan kredit.
b.    Masing-masing mitra  berhak untuk menerapkan semua hak yang dimiliki dan melaksanakan semua aktifitas bisnisnya sebagai bagian dari usaha tersebut.
c.    Masing-masing mitra memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan yang kemudian dapat dipakai untuk menjalankan bisnis independeni, tanpa persetujuan pihak lain terhadap pengelolaan bisnis itu.
Secara eksplisit, hak-hak yang dimiliki para mitra yaitu masing-masing dari mereka harus memperoleh izin dari semua mitra lain dalam hal berikut ini:
a.    Meminjamkan uang kepada pihak ketiga atau ke seorang mitra
b.    Meminjam uang untuk perusahaan ke dari pihak ketiga atau seorang mitra.
c.    Membeli saham diperdagangkan atau aksesoris lainnya dengan kredit pada saat bisnis kelebihan likuiditas kapan saja.
d.   Mengundang pihak ketiga untuk menjadi mitra.
e.    Mendapatkan modal lebih atas mudharabh dari pihak ketiga.
f.     Memberi modal perusahaan dengan mudharabah kepihak ketiga.
g.    Memberi bagian modal perusahaan kebeberapa bisnis lainnya.
h.    Menjalankan bisnisnya sendiri, menggabungkan dengan bisnis kemitraan.
i.      Menjalankan nisnis sendiri dengan mitra yang dapat memengaruhi bisnis kemitraan dalam kepastian apapun.
j.      Kegiatan lain apa pun dari mitra ke bisnis kemitraan.

ü  Kewajiban Mitra[7]

a.    Para mitra dapat dikenakan tanggung jawab secara luas dalam kaitannya dengan modal yang dimiliki, termasuk dengan melakukan pinjaman dari luar.
Artinya apabila suatu persekutuan perusahaan  tidak melakukan pinjaman dari sumber manapun, maka dengan sendirinya hal itu hanya mengikat pada saham yang dimiliki saja. Akan tetapi apabila para mitra yang satu dengan lainnya menyetujui untuk memnjam uang dari luar, maka dengan demikian para pihakakan terikat kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada kreditur dan akan dapat dikenakan kewajiban sesuai dengan komitmen yang telah disepakati.
b.    Tidak seorangpun (dibawah syariah Islam) dapat dikenakan untuk menjalankan tanggung jawab orang lain.
c.    Jika kredit diperoleh dari total likuiditas bisnis yang ada, melalui persetujuan dari semua mitra usaha, dan setelah itu bisnia mengalami kerugian dan tidak sanggup mengatasinya, maka kerugian atas sejumlah pinjaman tersebut akan menjadi tanggung jawab semua mitra dalam porsi sama dan tidak dibebankan berdasarkan ratio atau perbandigan modal yang diiikut sertakan.
e.       Pemutusan Hubungan Kerja
Di dalam kontrak kerjasama ini, pemutusan hubungan kerjasama dapat terputus jika:[8]
1.    Salah satu dari kedua pihak melakukan tindakan- tindakan yang dapat menyebabkan kerugian atas kepentingan- kepentingan pihak lain.
2.    Salah satu dari pihak meninggal dunia, gila dan tertimpa sakit sehingga tidak mampu untuk melaksanakan tugas- tugasnya.
3.    Periode masa kontrak telah habis
4.    Pekerjaan atau tujuan dari adanya hubungan kerjasama ini telah terealisasi.
3.   Mudharabah
Mudharabah adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan modal (investor) kepada pihak lain yang berkedudukan sebagai pengelola untuk menjalankan suatu bisnis (mudharib) dengan kesepakatan untuk mendapatkan tingkat keuntungan tertentu.
Dari definisi di atas , dapat memberikan implikasi sebagai berikut:
·      Persetujuan tidak terbatas hanya antara dua orang saja, akan tetapi dapat terjadi lebih dari jumlah tersebut.
·      Dalam setiap persetujuan terdapat dua pihak yang terlibat. Pertama, pihak yang berkedudukan sebagai penyedia modal usaha tersebut sebagai pihak utama, dan kedua, pihak yang berkedudukan sebagai pengelola, yang disebut sebagai enterpreneur.
·      Dalam hal ini pihak pengelola dapat membawa modalnya sendiri untuk kepentingan bisnis atau usaha yang dijalankanya, akan tetapi hal ini perlu juga mendapat persetujuan dari pihak pemilik modal. Dalam hal ini, modal yang berada pada pihak pengelola bukan merupakan suatu bentuk pinjaman, akan tetapi berfungsi untuk dijalankan dalam bisnis yang telah disepakati oleh pemilik modal dengan kesepakatan mendapatkan porsi keuntungan dari usaha tersebut.
a.    Pengalokasian keuntungan dan kerugian[9]
Pengalokasian keuntungan antara pemilik modal dan pengelola dibuat berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Tidak boleh dibuat berdasarkan jumlah atau nomihnal pasti sebelum berjalanya bisnis tersebut, hanya dalam bentuk prosentase atas keuntungan yang diperoleh.
Sementara berdasarkan aturan umum syari’ah, pengalokasian kerugian yang terjadi dalam bisnis mudharabah adalah ditanggung seluruhnya oleh pemilik modal , dan tidak dapat ditangguhkan kepada pihak pengelola. Karena pihak pengelola hanya berkedudukan sebagai agen dari pemilik modal, selama kerugian yang terjadi bukan karena keteledoranya. Oleh karenanya pihak pengelola dalam hal ini tidak mendapatkan bagian apa- apa jika terjadi kerugian dalam bisnis yang dijalankanya.
Dalam syariah Islam telah membuat kewajiban kepada siap yang menginvestasikan uangnya  akan bertanggung jawab untuk kemungkinan terjadinnya kerugian dan keuntungan.i
Dalam syariah islam kerugian tidak ditanggung oleh muharib dengan alasan mudharib tidak mendapatkan penghargaan atas pekerjaan yang telah dikerjakannya.
b.   Hak- hak pengelola (entrepreneur)
Berdasarkan persetujuan yang telah disepakati bersama dengan pihak pemilik modal, seorang pengelola mempunyai hak- hak sebagai berikut: [10]
1.    Mengelola atau membawa modalnya sendiri dalam bisnis tersebut.
2.    memperoleh modal dari pihak ketiga untuk menjalankan bisnis mudharabah-nya.
3.    ikut serta dalam kerjasama dengan pihak ketiga.
4.    menjual dan membeli barang- barang secara kredit.
5.    mengikuti semua kebiasaan dari aturan perdagangan yang ada.
6.    mengeluarkan atau meminjamkan modal awal kepada pihak ketiga untuk menjalankan bisnis mudharabah-nya (tetapi tetap harus meminta izin kepada pihak pemilik modal).
c.    Konsep mudharabah ganda (Double mudharabah)
Mudharabah ganda adalah seseorang yang memperoleh keuntungan dari bisnis mudharabah, dan keuntungan itu diberikan kepada pihak ketiga untuk menjalankan bisnis lainya. Dalam hal ini pengusaha pertama memiliki dua peran. Dalam hal ini pemilik memiliki dua peran yakni sebagai pengusaha untuk pemilik dan bertindak sebagai pemilik.[11]
d.   Mudharabah dan kewajiban para peserta
Konsep kewajiban di dalam bisnis mudharabah banyak memiliki kemiripan dengan bentuk bisnis persekutuan yang disebutkan sebelumnya, seperti :
1.    Kewajiban pemegang saham adalah dapat menyediakan modal yang akan digunakan untuk menjalankan perusahaan tersebut.
2.    Jika pihak pengelola bisnis mudharabah membeli barang secara cicilan melebihi total modal yang ada melalui persetujuan pemilik modal, maka kedua- duanya bertanggung jawab untuk melunasi utang yang ada tersebut.
3.    Kerugian atau keuntungan yang diperoleh dari hasil pinjaman di luar modal tersebut akan dibagi secar bersama antara pemilik modal dan pihak pengelola, dan bukan berdasarkan perbandingan keuntungan yang disepakati dalam kontrak mudharabah tersebut
4.    Jika terjadi kerugian terhadap modal yang dipinjam saat diputar dalam usaha yang dijalankan, maka pelunasan modal pinjaman ini harus didahulukan sebelum mengembalikan modal awal yang dimiliki pemilik modal.
e.    Pemutusan Kontrak Mudharabah
Seperti halnya dengan kemitraan , kontrak mudharabah dapat dicabut kembali setiap saat, jika dala kontrak tersebut dapat menyebabkan kerugian bagi pihak yang terkait, sebagaimana kontrak mudharabah itu dapat dibubarkan karena kematian ataupun terganggunya akal salah satu pihak yang terlibat. Seperti halnya bentuk persekutuan juga, kontrak mudharabah juga dapat dijalankan terus oleh pihak lain yang terlibat mengelolanya. Dengan demikian hal ini akan memberikan kesempatan bagi pihak yang tidak bubar untuk terus menjalankanya, dan tidak perlu untuk membubarkanya.[12]
f.     Mudharabah dan Penyertaan Saham Perusahaan (joint stock company)
Struktur penyertaan saham perusahaan modern sekarang ini, dapat ditemukan beberapa variasi konsep yang serupa dengan konsep mudharabah, diantaranya:
1.    Seperti mudharabah, dimana penyertan saham perusahaan juga memiliki pembagian antara kepemilikan dan pengawasan.
2.    Tidak adanya batasan jumlah pemegang saham yang terdapat di dala suatu bentuk penyertaan saham perusahaan, sebagaimana halnya juga berlaku dalam bentuk mudharabah.
3.    Pemindahan saham atau bagian dari seorang pemilik modal kepada yang lainya tidak akan menyebabkan perusahaan tersebut bubar, sebagaimana halnya juga dalam mudharabah.
B.     Implementasi Syirkah dalam perusahaan bisnis

Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan tertentu yang mengubah sumber- sumber ekonomi menjadi bernilai guna berupa barang dan jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan tujuan lainya. Dalam tuntunan syari’ah, tujuan tersebut adalah falah, yaitu kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat yang dirahmati Allah Swt.[13]
Menurut Ghazali, Omar dan Adit (2005:456), konsep “perusahaan” yang dikenal sebagai syahsiyah i’tibariyah berdasarkan prinsip- prinsip qiyas dan ikhtisan maslahih mursalah (kepentingan umum). Misalnya, keberadaan bayt- al-mal dan lembaga wakaf yang menunjukkan pengakuan atas konsep perusahaan dengan hukum yang terpisah.
Pada prinsipnya, kegiatan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis usaha:[14]
Pertama, jenis usaha perdagangan atau distribusi, yaitu usaha yang terutama bergerak dalam kegiatan memindahkan barang dari produsen ke konsumen atau dari tempat yang mempunyai kelebihan persediaan ke tempat yang memerlukan.
Kedua, jenis usaha produksi/ industri, yaitu jenis usaha terutama bergerak dalam kegiatan prose pengubahan suatu barang menjadi barang lain menjadi barang yang berbeda bentukatau sifatnya dan mempunyai nilai tambah.
Ketiga, jenis usaha komersial, yaitu usaha yang bergerak dalam kegiatan pelayanan atau menjual jasa sebagai kegiatan utamanya.
Untuk memulai usaha atau bergabung dengan usaha yang sedang berjalan, seseorang dapat memilih salah satu jenis usaha di atas. Setelah pilihan ditentukan, kemudian dapat dilanjutkan dengan memilih bentuk usaha atau organisasi bisnis yang sesuai.
C.    Jenis akad dan implementasi dalam organisasi bisnis

Dalam organisasi bisnis  atau dalam bentuk kepemilikan memiliki sepasang keuntungan dan kerugian yang unik. Kunci untuk memilihnya yang benar adalah dengan memahami karakteristik dan mengetahui masing-masing dan bagaimana bentuk usaha ini mempengaruhi, baik dalam hal bisnis maupun pribadi.[15]
Bentuk usaha yang terbaik harus ialah harus sesuai dengan keadaan, kepribadian, keyakinan,ataupun kemampuan calon pembisnis.
Ditinjau dari sei kepemilikan bentuk organisasi bisnia terbagi menjadi tiga,yaitu perusahaan perseorangan, perusahaan persekutuan,perusahaan perseroan.
Berikut karakteristik  bentuk-bentuk organisasi bisnis tersebut:
1.    Usaha Perseorangan
Karakteristik  Usaha Perseorangan:
a.    Menurut Soemarni dan Soeprihanto usaha ini dimiliki, dikelola dan dipimpin oleh seorang yang bertangung jawab penuh (tudak terbatas) terhadap semua resiko dan aktivitas perusahaan.
b.    Dalam hail perizinan usaha relatif mudah didirikan dan paling mudah untuk merintisnya.
c.    Kelangsungan usaha ini relatif mudah terhenti.
d.   Pendapatan memiliki resiko yang cukup sulit untuk memperoleh dana dari dari pasar keuangan.
2.    Usaha Pola Kemitraan
Karakteristik Partnership:[16]
a.    Layak nya usaha perorangan, usaha kemitraan mengandung kewajiban yang tidak terbatas bagi mitranya.
b.    Kelangsungan usaha ini relative terbatas karena sangat bergantung pada masing-masing mitra.
c.    Pendapatan bisnis yang dihasilkan digabungkan dengan penghasilan pribadi untuk tujuan pajak.
d.   Mempunyai kesempatan memperoleh modal lebih banyak dari pasar keuangan.

Kemitraan modern memiliki kemiripan dengan usaha-usaha yang dijalankan pada masa klasik yaitu usaha dengan pola mudharabah dan musyarokah.
Berikut ini penjelasan mengenai uasaha dengan pola mudharabah, musyarokah, kombinasi keduannya, musyarokah yang menurun, serta disandingkan dengan kemitraan modern seperti firma dan CV.
a.    Mudharabah ( qiradh/ muqaradah)
Pihak rabb al-mal (investor) pemilik dana dan asset, sedangkan manajer (mudharib) bertanggung jawab mengelola bisnis dengan menyumbangkan profesionalitas, keahlian manajerial dan keahlian teknis untuk memulai, dan mengoperasikan perusahaan bisnis atau suatu proyek.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah mendasar pada salah satu sumber hukum ijma’ berikut. Diriwayatkan sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan taka da seorang pun menginkari mereka.
Pembagian keuntungan mudharabah yaitu keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai dengan ratio yang disepakati sebelumnya, sedangkan jika terjadi kerugian, tanggungan sepenuhnya kepada penyedia dana.
Mudharabah dibagi menjadi dua jenis, yakni Mudharabah Muthalaq dan Mudharabah Muqayyadah:[17]
§ Mudharabah Muthalaq (tidak dibatasi)
Mudharib boleh menginvestasikan dana yang diberikan dalam bisnis apapun yang dinilai mereka layak.
§ Mudharabah Muqayyadah (dibatasi)
Rabb al-mal boleh menentukan jenis bisnis tertentu serta memberi batasan mengenai tempat, cara, dan objek investasi.
Contoh batasan tersebut ialah tidak mencampurkan dana pemilik dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dannya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan, mengharuskan manajer untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
b.   Musyarokah
Berdasarkan Fatwa DSN N0. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarokah menimbang bahwa kebutuhan  masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara lain melalui pembiayaan musyarokah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antra dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Masing –masing ihak memberi kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai kesepakatan, dan pembiayaan musyarokah memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagai keuntungan maupun ridiko kerugian. [18]
Menurut fikih terdapat dua bentuk musyarokah yaitu Musyarokah ‘amlak (secara otomatis) dan Musyarokah ‘uqud (atas dasar kontrak).
§ Musyarokah ‘amlak (secara otomatis) adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adannya akad.
Musyarokah jenis ini dibagi menjadi dua: 1. Syirkah jibary (paksaan) yaitu syirkah yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduannya, seperti seseorang ewariskan sesuatu, maka yang diberi waris menjadi sekutu mereka. 2.Syirkah ikhtiari (suka rela) timbul karena adanya kontrak dari dua orang yang bersekutu.
§ Musyarokah ‘uqud (atas dasar kontrak) merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Musyarokah jenis ini menurut imam hambali dibagi menjadi 5 jenis akad yaitu ‘inan, hmudarabah, wujuh,’abdan, dan mufawadhah.[19]
1.    Syirkah‘inan, cirinya besarnya penyertaan modal setiap anggota tidak sama, setiap anggota berhak penuh aktif dalam pengelolaan perusahaan, pembagian keuntungan dan kerugian bisa dillakukan menurut besarnya modal dan bisa berdasarkan kesepakatan.
2.    Syirkah Mudharabah, cirinya pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut, pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam penelolaan usaha, tetapi diperkenankan membuat usulan dan melakukan pengawasan, bagi hasil sesuai kesepakatan, jika terjadi keruian ditanggung pemilik modal.
3.     Syirkah Wuju, para anggota hanya mengandalkan nama baik mereka, tanpa menyertakan modal, pembagian keuntunagn ataupun kerugian ditentukan berdasarkan kesepakatan.
4.    Syirkah’abdan, pekerjaan atau usahanya berkaitan, menerima peanan dari piahak ketiga, keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan.
5.    Syirkah mufawadhah, adanya kesamaan dalam penyertaan mdal, anggota harus aktif dalam pengelolaan usaha, pembagian untung rugi berdasarkan jumlah modal.
c.    Kombinasi Mudharabah dan Musytarokah atau Musytarokah atau Mudharabah
Berdasarkan Fatwa DSN No.50/DSN-MUI /III/2006 tentang mudhdarabah musytarakah, mendefinisikan bahwa mudhdarabah musytarakah adalah suatu bentuk akad mudharabah yang menyeraratakan  mudharib untuk menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi. Hal ini diperlukan karena mengandung.unsur kemudahan dalam pengelolaannya dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar.
Karakteristik organisasi bisnis CV sebagai tahapan awal memperoleh  titik temu dengan landasan akad mudharabah musytarokah. Persekutuan komanditer         adalah perusahaan yang dibentuk oleh dua orang atau lebih ysng terdiri atas pihak anggota yang aktif dan pihak anggota yang pasif.
PSAK No. 21 tentang Akuntansi Ekuitas dinyatakan bahwa ,modal suatu persekutuan CV harus dipisahkan antara modal perseroan aktif dan modal  perseroan komanditer. Perseroan aktif adalah perseroan yang bertindak aktif sebagai pengurus CV. Perseroan komanditer ada;ah persero yang hannya bertanggung jawab sebatas modal CV menjadi bagiannya.
Berdasarkan uraian tersebut, organisasi bisnis CV dikatakan bahwa pada umumnya ketentuan yang terdapat dalam akad mudharabah musytarakah relative dapat melandasi bentuk CV.
Pembagian investasi antara pengelola dana dan pemilik dana ialah sesuai dengan nisbah yang telah disepakati, yang selanjutnya bagian hasil setelah dikurangi untuuk pengelola dana(sebagai mudharib) tersebut dibagi antara engeloladana (musytarik) dengan pemodal sesuai porsi modal masing-masing.
3.    Perseroan
Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum perusahaan yang terpisah dari pemiliknya yang disebut pemegang saham. [20]
Menurut PSAK N0. 21 tentang Akuntansi Ekuitas dinyatakan bahwa madal PT terdiri atassaham dan tanggung jawab persero terbatas pada jumlah modak yang disetor apabila PT telah disahkan Menteri Kehakiman. Dalam pemisahan manajemen dan kepemilikan trsebut, pemegang saham tidak memilih dewan direksi dan dapat menujuk manajemen senior.
Adanya komsep  badan hukum pada perseroan terbatas atau disebut Naamloze Vennotschap (NV) menyebabkan bentuk perusahaan ini jauh berbeda dibandingkan dengan bentuk usaha perseorangan dan kemitraan.
Ciri perusahaan bentuk PT
a.    Hak dan kewajiban yang terbatas pada pemegang saham
b.   Proses pendirian PT diperlukan adanya Akte Notaris dan biaya yang relative tinggi serta waktu yang lama
c.    Keberlangsungan usaha relative lama
d.   Merupakan entitas yangterkena terkena pajak baik pajak pendapatan perusahaan maupun pajak penghasilan pribadi
e.    Mampu menggabungkan modal dari banyak pemegang saham
f.    Lebih cenderung meningkatkan modalnya dari pasar keuangan baik pasaruang maupun pasar modal.
Menurut Nafik, perusahaan perseroan merupakan wujud dari bentuk kombinasi musytarokah dan mudharabah yang terbatas dan terbuka.
Berdasarkan tuntunan syariah, konsekuensi akad mudharabah atas pembagian pendapatan ataupu pembagian laba bersih adalah dengan melibatkan dmanajer (dewan direksi) sebagai mudharib dengan pemegang saham sebagai shahibulmaal.
Sedangkan berdasarkan hukum posituf Indonesia pada UU No.40 Tahun 2007: 1). laba bersih yang diperoleh perseroan disishkan sebagai cadangan (laba ditahan) untuk modal operasi perusahaan. Sisanya dibagikan kepada para pemegang saham sebagai deviden. 2). Dewan direksi  diberi gaji dan tunjangan yang ditentukan RUPS, yang tidak bergantung pada jumlah pendapatan, laba bersih ataupun deviden.
4.    Perbandingan Mudharabah, Musytarakah, dan Perseroan
Salah satu ciri penting dari mudharabah adalah rasio keuntungan yang disepakati sebelumnya, yaitu keuntungan harus didistribusikan antara pemodal dan pengusaha. Hal ini mengatur setiap alokasi keuntungan secara absolut selain sesuai rasio yang disepakati sebelumnya. Hal ini sama berlaku juga untuk musyarokah. Adapun kerugian pada mudharabah benar- benar ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengusaha bertanggung jawab menanggung kerugian hanya jika kerugian tersebut merupakan hasil dari kelalaian manajerial. Jika terjadi kerugian dalam musyarokah, maka kedua belah pihak berbagi kerugian tersebut menurut rasio investasi masing- asing pihak dalam proyek.
Mudharobah memberikan kewajiban terbatas atas pemilik modal seperti halnya yang berlaku pada perusahaan modern. Musyarokah, disisi lain, mengandung kewajiban yang tidak terbatas bagi para mitranya karena kedua belah pihak merupakan pengambilan keputusan dalam bisnis tersebut.
Mengenai perubahan nilai aset yang terjadi dalam mudharobah, pengusaha tidak dapat memperolehnya, baik keuntungan maupun kerugian, karena perubahan tersebut. Keuntungan dan kerugian yang timbul tersebut hanya untuk pemilik modal. Dalam musyarokah, keuntungan dan kerugian karena perubahan nilai aset yang dibiayai oleh gabungan dana bersama dsudah sewajarnya diterima kedua belah pihak.
5.    Pemisahan Kepemilikan dan Agency Problem.
Dalam bentuk organisasi dan kontrak bisnis yang telah dijabarkan diatas, salah satu cirinnya ialah terdapat pemisahan kepemilikan dari manajemen, yaitu pihak manajer bertindak sebagai agen dari pemilik. Hal ini diperkirakan akan menimbulkan agency problem (masalahan keagenan ), yaitu terdapat kemungkinan manajer tidak melakukan keputusan yang sesuai dengan kepentingan pihak pemilik.[21]
Bentuk mudharabah dikritik mengandung beberapa masalah keagenan yang relatif tinggi. Ketika penyedia dana menanggung semua kerugian dalam kasus laba negatif, hal ini mungkin di anggap bukan dalam posisi mewajibkan manajer untuk mengambil tindakan yang sewajarnya atau menyerahkan segenap usaha yang diperlukan untuk menghasilkan keuntungan yang diharapkan.
Selain itu, karena pemodal tidak memiliki hak untuk memantau secara langsung, maka mereka dapat kehilangan investasi utamanya. Lebih lanjut manajer mungkin saja memiliki dorongan untuk memperbesar pengeluaran proyek dan meningkatkan konsumsi yang tidak menghasilkan manfaat berupa uang.
Agency problem akan berkurang dalam bentuk musyarokah karena masing- masing modal mitra juga dipertaruhkan. Selain itu, kemitraan modal sendiri akan meminimalkan masalah asimetri informasi karena semua mitra akan memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan proyek investasi mereka.
 

KESIMPULAN

Bentuk Organisasi Dalam Perekonomian Syariah dibagi menjadi 3 bagian yakni: kepemilikan tunggal, kemitraan (syirkah), dan Mudharabah.
a.    kepemilikan tunggal adalah format organisasi bisnis yang paling sederhana yang hampir ada dalam setiap sistem ekonomi non- sosialis.
b.    kemitraan (syirkah) merupakan suatu akad antara dua orang atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
c.    Mudharabah adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan modal (investor) kepada pihak lain yang berkedudukan sebagai pengelola untuk menjalankan suatu bisnis (mudharib) dengan kesepakatan untuk mendapatkan tingkat keuntungan tertentu.
Dalam organisasi bisnis tersebut terdapat bebberapa jenis akad pada setiap organisasinya. Misalnya saja dalam Musytarokah terdapat jemis jenis akad seperti:
a.    Musytarokah ‘amlak dibagi menjadi dua jenis yaitu jibary dan ikhtiyari.
b.    Musytarokah ‘uqud terdiri dari 5 jenis yaitu ‘inan, hmudarabah, wujuh,’abdan, dan mufawadhah.


 DAFTAR PUSTAKA

[1] Muhamad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama,Yogyakarta: UUP STIM YKPN, h. 44.
[2] Vithzal Rifai, Amiur Nuruddin, dan Faisar Ananda, Islamic Business Ethics, Edisi Pertama,(Jakarta: PT Bumi Aksara), h. 221.
[3] Ibid., Vithzal Rifai, Amiur Nuruddin, dan Faisar Ananda, Islamic Business Ethics, h. 226.
[4] Ibid., Vithzal Rifai, Amiur Nuruddin, dan Faisar Ananda, Islamic Business Ethics, Edisi Pertama, h. 227
[5] Ibid., Vithzal Rifai, Amiur Nuruddin, dan Faisar Ananda, Islamic Business Ethics, Edisi Pertama, h. 235.
 [6] Ibid., Vithzal Rifai, Amiur Nuruddin, dan Faisar Ananda, Islamic Business Ethics, Edisi Pertama, h. 236
 [7] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h. 46
[8] Ibid., Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h. 47
[9] Ibid., Vithzal Rifai, Amiur Nuruddin, dan Faisar Ananda, Islamic Business Ethics, Edisi Pertama, h. 245.
[10] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.48.
[11] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.49
[12] Ibid., h. 50.
[13] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.52
[14] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.53
[15] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.53
[16] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.54
[17] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.55
[18] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.56
[19] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.57
[20] Ibid.,Muhammad, Manajemen Keuangan,Edisi Pertama, h.60
[21] Ibid,. Muhammd, Manajemen Keuangan, h. 64

1 komentar: