Sabtu, 07 November 2015

Teori-Teori Manajemen Keuangan



KUMPULAN TEORI-TEORI MANAJEMEN KEUANGAN

1.    Agency Theory (Teori Agensi)
Jensen & Meckling (1976) mendefinisikan teori agensi sebagai pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan selalu diikuti oleh munculnya biaya akibat tidak adanya keselarasan kepentingan pemilik dan pengelola. Biaya tersebut yang dinamakan Agency Cost.
Agency Theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.
Shaw (2003) memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri.  

Sumber:
Jensen, M.C & Meckling, W.H. 1976. Theoryof the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. 3(4): 350-360.
Shaw, J.C. 2003. Corporate Governance and Risk: A System Approach, John Wiley & Sons, Inc, New Jersey.
2.  Arbitrase Theory
Kuncoro (2001:131) menyatakan  arbitrase adalah membeli dan menjual mata uang di pasar yang berbeda dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang pasti dari perbedaan antara harga jual dan harga beli.
Madura (1989:158-165) membagi arbitrase dalam 3 macam yaitu locational arbitrage (terjadi bila kurs berbeda antarlokasi pasar valas), triangular arbitrage (terjadi bila terdapat perbedaan dalam kurs silang), covered interest arbitrage (terjadi bila ada perbedaan suku bunga antara dua Negara tidak dicerminkan secara tepat oleh premi forward).

Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
Madura, J. 1989. International Financial Management, 2 Edition, West Publishing Company, St. Paul.
2.  Corporate Governance Theory
FCGI (2000) mendefinisikan konsep corporate governance sama dengan Cadbury commite, yaitu seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara stockholder, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Prinsip good governance menurut KNKG (2006:507) meliputi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan.
Sumber:
 Forum of Corporate governance in Indonesia (FCGI). 2000. The Role of the Board of Commisioners and the Audit Commite in Corporate Governance. www.fcgi.or.id
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
                                                3.  Economic Value Added (EVA)
Economic Value Added merupakan suatu konsep pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang dapat mengevaluasi keuntungan sebenarnya yang dihasilkan perusahaan (EVA is a financial measure used to evaluate a company’s true profit). Konsep Economic Value Added-EVA pertama kali dicetuskan oleh G Bennet Stewart dan Joel M Stern dari Stern Stewart &Co sebuah perusahaan konsultan manajemen keuangan yang berkantor pusat di New York, USA. Definisi Economic Value Added-EVA menurut Bennet Stewart  dalam situsnya (www.EVA.com) adalah ukuran kinerja keuangan yang paling jelas menggambarkan keuntungan ekonomi sesungguhnya dari suatu perusahaan dibandingkan ukuran lainnya.
(Mirza, Teuku, 1997) mengungkapkan beberapa keunggulan yang dimiliki Economic Value Added-EVA yang menyebabkannya semakin populer digunakan antara lain :
1.  Secara konseptual Economic Value Added-EVA lebih unggul daripada alat ukur tradisional
2.  Economic Value Added-EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi tingkat pengembalian kegiatan atau proyek.
3.  Economic Value Added-EVA dapat digunakan sebagai tolok ukur atau kriteria pemberian bonus kepada karyawan dan manajer.
4.  Tidak seperti ukuran tradisional, Economic Value Added-EVA bisa berdiri sendiri tanpa perlu adanya perbandingan dengan perusahaan sejenis dan analisis kecenderungan. Konsep ini lebih menekankan pada besarnya cot of capital-biaya modal.

Sumber:
Mirza,Teuku. 1997. Konsep EVA : Pendukung Untuk Menentukan Nilai Riil Perusahaan dan Kinerja Riil Manajemen, Manajemen dan Usahawan. Januari.
Stewart, G Bennet. 1990. The quest for Value: The EVATM Management Guide, Harper Business, New York.

4.  Eksposur Fluktuasi Nilai Tukar


3.  Keynes dan Friedman
KEYNES
FRIEDMAN
Permintaan efektif
Merupakan focus kebijakan yang utama
Penawaran uang (money supply)
Merupakan focus kebijakan yanh utama
Kebijakan moneter
Tidak signifikan: mengajukan tingkat bunga rendah
Kebijakan moneter
Amat penting: menganjurkan pertumbuhan jumlah uang beredar dan tingkat bunga riil yang konstan
Kebijakan fiscal dan Anggaran
·       Instrumen utama menentang kebijakan moneter
·       Menganjurkan anggaran yang tidak seimbang (diskriminasi)
Kebijakan fiscal dan Anggaran
·       Menentang kebijakan anggaran dan fiscal yang deficit
·       Manganjurkan anggaran berimbang (netral)
Tingkat kesempatan kerja harus terkendali
Mentoleransi tingkat pengangguran yang “alami” (natural)
Upah dikendalikan
Terutama jika terdapat kesenjangan inflasioner (inflationary gap)
Tingkat upah
Ditentukan oleh permintaan dan penawaran
Mekanisme pasar
Diasumsikan tidak stabil/ekuilibirium dan terjadi keseimbangan
Mekanisme pasar
Diasumsikan stabil/ekuilibirium dalam jangka panjang dan terdapat pemerataan kesempatan
Intervensi Negara
·       Manajemen sisi permintaan yang permanen
·       Sisi penawaran Negara mengikuti dan mempermudah
Intervensi Negara
Minimal dan campur tangan dikurangi
Sektor public
·       Memainkan peran permintaan yang aktif
·       Mengurangi pengeluaran dengan inflasi
Sektor public
Dikurangi dan jika mungkin “dihilangkan” dengan swastanisasi pengeluaran public dan perusahaan milik negara
Kurs
Terkendali dan dapat disesuaikan
Kurs
Mengambang (floating)
Sumber: Holland (1987:28)
Holland, Stuart. 1987. The Global Economy: From Meso to Macro-economics, Weidenfeld and Nicolson. London.
4.  Market Based View (Contigency Theory)
Ginsberg & Ventkatraman (1985), Luthans & Stewart (1997), Fisher (1998), Dickinson & Ramaseshan (2004), dan Ray (2004) memaparkan pendekatan market based view menjelaskan bahwa perusahaan melakukan diversifikasi dengan motivasi untuk mengatasi kompleksitas persaingan yaitu membangun kekuatan finansial dan efisiensi biaya. Selanjutnya pedekatan market based view merupakan bagian dari contingency theory.
Berdasarkan konsteks MBV sebenarnya diversifikasi dilakukan adalah untuk mengatasi persaingan dengan cara membangun kekuatan pasar pada akhirnya tujuan dari pendekatan ini untuk efisiensi biaya dan membangun kekuatan financial.


5.  Keunggulan Komparatif
Kuncoro (2001:52-53) menyatakan teori keunggulan komparatif menekankan bahwa spesialisasi dapat meningkatkan efisiensi produk. Teori keunggulan komparatif menurut Bertil Ohlin menyatakan bahwa factor penentu keunggulan komparatif adalah keunggulan relative dalam factor endowment, yaitu ketersediaan relatif berbagai input yang dibutuhkan dalam proses produksi, baik berasal dari sumber daya alam, tenaga kerja, dan modal. Teori keunggulan komparatif menurut Michael Porter dan Paul Krugman, pendapat keduanya menentang pendapat bertil ohlin yang menekankan bahwa keunggulan komparatif terjadi secara alamiah, sedangkan Porter dan Krugman menegaskan keunggulan ini dapat diciptakan.

Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.

6.  Konvertibilitas Mata Uang
Kuncoro (2001:20) menjelaskan konsep konvertibilitas mata uang berkaitan erat dengan perbedaan antara hard dan soft currencies. Ciri-ciri mata uang yang tergolong hard currency apabila mata uang Negara tersebut; (1) secara luas diterima sebagai bukti pembayaran internasional dan digunakan sebagai alat tukar dalam transaksi internasional, (2) adanya suatu pasar yang bebas dan aktif bagi mata uang tersebut, (3) relatif minimnya restriksi dalam mentransfer mata uang ini ke dalam dank e luar Negara asalnya. Sedangkan mata uang soft currency ciri-cirinya berkebalikan dengan mata uang hard currency.

Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
 
7.    Efisiensi Pasar
Fama (dalam Kuncoro, 2001:210) menyatakan bahwa pasar yang efisien terdiri atas “sejumlah pelaku, yang rasional dan aktif selalu mengejar laba maksimal, bersaing satu dengan lain dalam memprediksi nilai pasar dari suatu surat berharga di masa mendatang, dan dimana informasi saat ini yang penting tersedia hampir secara bebas bagi semua pelaku pasar.
Istilah “efisiensi” yang digunakan dalam pasar keuangan mencakup efisiensi alokatif, operasioanl, dan penentuan harga (Tucker, et al., 1991:46). Efisiensi alokasi berarti bahwa alokasi sumberdaya telah berada dalam kondisi yang optimal, dan perubahan lebih lanjut dari alokasi sumberdaya tersebut tidak akan memperbaiki kesejahteraan pelaku ekonomi. Efisiensi operasional berarti bahwa efisiensi dicapai bila transaksi dilakukan dengan biaya transaksi yang minimum. Efisiensi penentuan harga lebih memperhatikan apakah harga suatu asset sama dengan nilai ekonomi intrinsiknya.

Sumber:
Fama, E.F. 1965. The Behaviour of Stock Market Prices. Journal of Business, no. 38:34-105.
Tucker, A.L., Madura, J., dan Chiang, T.C. 1991. International Financial Markets, West Publishing Company, S. Paul.
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.

8.    Manajemen Laba
Schipper (1989) (dalam Markarian, 2008) menyatakan manajemen laba adalah intervensi yang sengaja dilakukan atas proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi.
Scott (2009) mendifinisikan manajemen laba sebagai pilihan manajer terhadap kebijakan akuntansi, atau tindakan yang mempengaruhi laba sehingga dapat mencapai tujuan tertentu dari laba yang dilaporkan tersebut.
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1990): The Bonus Plan Hypothesis, The Debt to Equity Hypothesis, dan The Political Cost Hypothesis.
      Sumber:                                                                                        
Markarian, G., Pozza, L., Prencipe, A. 2008. Capitalization of R&D and Earnings Management: Evidence from Italian Listed Companies. The International Journal of Accounting 43, pp.246-267.
Scott, W.R. 2009. Financial Accounting Theory, Fifth Edition. Prentice Hall. Toroto.

9.  Paritas Daya Beli (PPP)
Baillie dan McMahon (dalam Kuncoro, 2001:193-194) menyatakan PPP menghubungkan kurs dengan harga-harga komoditi dalam mata uang lokal di pasar internasional, yaitu bahwa kurs valas akan cenderung menurun dalam proporsi  yang sama dengan laju kenaikan harga. Pada intinya PPP menekankan hubungan jangka panjang antara kurs dan harga-harga komoditi secara relatif. Dari sisi manajemen, PPP sering digunakan untuk memprediksi kurs masa mendatang dengan tujuan yang bermacam-macam, mulai dari menentukan denominasi mata uang bagi utang-utang perusahaan yang berjangka panjang hingga menentukan ke Negara mana perusahaan harus mendirikan pabrik.
· Asumsi-asumsi yang mendasari teori PPP, antara lain; (1) semua barang merupakan barang yang diperdagangkan di pasar internasional tanpa dikenai biaya transportasi, (2) tidak ada bea masuk, kuota, ataupun hambatan lain dalam perdagangan internasional, (3) barang luar negeri dan barang domestic adalah homogeny secara sempurna untuk masing-masing barang, (4) adanya kesamaan indeks harga yang digunakan untuk menghitung daya beli mata uang asing dan domestic, terutama tahun dasar yang digunakan dan elemen indeks harganya.
· Teori paritas daya beli ada dua versi; (1) PPP versi absolut, menerangkan bahwa kurs spot ditentukan oleh harga relatif dari sejumlah barang yang sama (ditunjukkan oleh indeks harga), (2) PPP versi relatif, menerangkan persentase perubahan kurs nominal akan sama dengan perbedaan inflasi di antara kedua Negara.

Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
10. Paritas Suku Bunga
Kuncoro (2001:198) doktrin paritas suku bunga menjelaskan bahwa perbedaan suku bunga antara dua Negara akan sama dengan premi forward dari kurs valas.
Asumsi yang melandasi paritas suku bunga adalah bahwa pasar asset merupakan pasar yang efisien. Karena itu paritas ini dapat diterapkan untuk investasi dan pinjaman internasional. Logikanya, untuk proyek investasi, investor membandingkan hasil dari pasar domestic dengan hasil dari pasar internasional, dimana yang terakhir adalah hasil dari asset luar negeri ditambah premi forward.

Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
11. Paritas Fisher Internasional
Kuncoro (2001:201) menjelaskan bahwa jika syarat PPP dimasukkan dalam syarat paritas fisher, terlihat bahwa harapan perubahan kurs berhubungan dnegan perbedaan suku bunga. Inilah yang disebut paritas fisher internasional, yaitu bahwa kurs spot akan berubah dalam jumlah yang sama namun dengan arah yang berkebalikan dengan perbedaan suku bunga antara dua Negara.  Teori ini menggunakan tingkat suku bunga sebagai pengganti perbedaan inflasi, untuk menjelaskan mengapa kurs berubah sepanjang waktu, tetapi teori ini sangat erat kaitannya dengan teori PPP, karena suku bunga sering kali sangat terkait dengan tingkat inflasi. 

Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.

12. Pecking Order Theory
Pada tahun 1984, Stewart C. Myers dalam  Journal of Finance volume 39 dengan judul  The Capital Structure Puzzle, menyatakan bahwa ada semacam tata urutan (pecking order) bagi perusahaan dalam menggunakan modal (Ogden, Jen, and O’Connor, 2003, 116). Teorinya menjelaskan bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan ekuitas internal (menggunakan laba yang ditahan) daripada pendanaan ekuitas eksternal (menerbitkan saham baru). Hal itu disebabkan penggunaan laba yang ditahan lebih murah dan tidak perlu mengungkapkan sejumlah informasi perusahaan (yang harus diungkapkan dalam prospektus saat menerbitkan obligasi dan saham baru). Apabila perusahaan membutuhkan pendanaan eksternal, pertama kali akan menerbitkan hutang sebelum menerbitkan saham baru. Penerbitan saham baru menduduki urutan terakhir sebab penerbitan saham baru merupakan tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan calon investor tentang kondisi perusahaan saat sekarang dan prospek mendatang yang tidak baik.
          Halomoan dan Djakman (2000) menyebutkan bahwa teori  pecking order itu tidak dapat menjelaskan secara keseluruhan struktur modal yang diobservasi dalam praktiknya, yaitu teori ini mengabaikan pentingnya  agency problem  yang akan muncul jika perusahaan memelihara financial clack dalam jumlah yang besar.

Sumber:
Ogden, Joseph P., Frank C. Jen, Philip F. O’Connor. 2003. Advance Corporate Finance, Policies and Strategies, Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.

9.    Portofolio (teori)
Teori portofolio yang dikemukakan Markowitz dikenal dengan model Markowitz, memberikan suatu cara bagaimana berinvestasi dengan efisien dan optimal., yaitu dengan membentuk portofolio optimal. Tujuan membentuk portofolio optimal adalah untuk memenuhi prinsip dalam berinvestasi
“Memperoleh imbal hasil (return) pada tingkat yang dikehendaki dengan resiko yang paling minimum”. Untuk meminimumkan resiko, perlu dilakukan diversifikasi dalam berinvestasi, yaitu membentuk portofolio atau meng-investasikan dana tidak hanya disatu asset saja melainkan kebeberapa asset. Permasalahannya adalah berapa besar proporsi dana harus diinvestasikan pada masing-masing asset agar diperoleh tingkat imbal hasil yang dikehendaki dengan resiko yang paling minimum. Harry Markowitz mengemukakan model  matematik untuk menjawab permasalahan tersebut.
(BUKU SUDAH ADA)
         
10. Resource Based View (RBV) Theory
Teece (1997) dan Barney (1991) berasumsi bahwa perusahaan melakukan upaya-upaya manajerial untuk mengarahkan pada SCA. Penrose tahun 1959 memberikan perhatian bahwa perusahaan sebagai kumpulan kombinasi sumber daya, sehingga muncul the growth of the firm theory. Teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan perusahaan dibatasi oleh peluang yang eksis sebagai fungsi sekumpulan sumber daya produktif yang dimiliki perusahaan. Teori penrose ini yang melahirkan RBV yang kemudian menjadi salah satu pendekatan yang paling dominan untuk analisis SCA.
David (2003:180) menjelaskan pendekatan RBV untuk memperoleh keunggulan bersaing meyakini bahwa sumber daya internal lebih penting dari perusahaan daripada factor eksternal dalam upaya untuk meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif.
Jadi, inti pendekatan RBV ini adalah bahwa mekanisme pengendalian lebih ditunjukan pada manajemen internal untuk menciptakan alokasi sumber daya secara lebih efisien dan mengadopsinya sebagai keunggulan kompetitif.

Sumber:
Barney, Jay. 2002. Gaining and Sustaining Competitive Adventage, Second Edition, Prentice Hall.
David, Fred. R. 2003. Strategik Management: Concepts and Cases. 8th Edition, Internasional Edition, Prentice Hall Pearson education, Inc. Upper Saddle River. New Jersey.
Teece, D. J., Pisano, G., Shuen, A. 1997. Dynamic Capabilities and Strategic Management. Strategic Management Journal. 18(7): 509-533.

11.  Siklus Produk
Kuncoro (2001:54) teori siklus produk menekankan bahwa perkembangan hidup suatu produk mengikuti siklus yang terdiri dari empat tahap, (1) masa awal perusahaan baru mulai memperkenalkan produk, (2) masa pertumbuhan, (3) masa kematangan, dan (4) masa proses penurunan.

Sumber:
Kuncoro, M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional: Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.

11. Signaling Effects
Teori ini  didasarkan pada premis bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, terjadi pertanda atau sinyal (signaling).
Stephen A. Ross pada tahun 1977 dalam Bell Journal of Economics volume 8 dengan judul  The Determinants of Financial Structure: the Incentive Signaling Approach, menyatakan bahwa ketika perusahaan menerbitkan hutang baru, menjadi tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan investor potensial tentang prospek perusahaan di masa mendatang mengalami peningkatan (Megginson, 1997, 342). Dasar pertimbangannya adalah: penambahan hutang berarti keterbatasan arus kas dan biaya-biaya beban keuangan juga meningkat, dan manajer hanya akan menerbitkan hutang baru yang lebih banyak bila mereka yakin perusahaan kelak dapat memenuhi kewajibannya.
Penelitian lain memperlihatkan bahwa penerbitan saham baru akan menjurus pada tanggapan harga saham negatif, dan pembelian kembali saham yang beredar akan menjurus pada tanggapan harga saham positif (Siaw, 1999). Dasar pertimbangannya adalah: pemegang saham dan investor potensial menganggap penerbitan saham baru merupakan cara manajer untuk mengurangi kepemilikannya atas perusahaan yang peruntungannya jelek (bad fortune), sedangkan pembelian kembali saham yang beredar dianggap sebagai cara manajer untuk menikmati kepemilikannya yang besar atas perusahaan yang peruntungannya bagus (good fortune).

Sumber:
Megginson, William L., 1997, Corporate Finance Theory, Massachusetts: Addison-Wesley.
Ross, Stephen A, 1977, the Determination of Financial Structure: the Incentive-Signaling Approach, the Bell Journal of Economics, 8/1, 23 – 40.
Siaw Peng Wan, 1999, Corporate Finance: Capital Structure Decision,  Working paper, University of Illinois at Urbana-Champaign, 1 – 28.

11. Struktur Modal
Franco Modigliani dan Merton Miller adalah bapak dari teori struktur modal (Groth and Anderson, 1997). Pada tahun 1958, dalam American Economic Review 48 (1958, June) yang berjudul  The Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment, mereka mengemukakan teori struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin terjadi, akan tetapi sangat membantu dalam memahami bagaimana perusahaan menentukan bauran pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar (Siaw, 1999). Asumsi-asumsi yang mendasari adalah (Megginson, 1997:316):
a.  Semua aktiva berujud dimiliki oleh perusahaan.
b. Pasar modal sempurna (tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi, dan tidak ada biaya kebangkrutan).
c.  Perusahaan hanya dapat menerbitkan dua macam sekuritas, yakni ekuitas yang berisiko dan hutang bebas (tanpa) risiko.
d.  Individu maupun perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat suku bunga bebas risiko.
e.  Para investor mempunyai ekspektasi yang sama (homogen) terhadap keuntungan perusahaan di masa mendatang.
f. Semua perusahaan tidak mengalami pertumbuhan (arus kas diasumsikan konstan dan perpetual, dan semua laba dibagikan dalam bentuk dividen).
g. Semua perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok kembalian, dan kembalian saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut adalah proporsional.
Teori  MM 1 (no tax):  menganalisis leverage dengan asumsi tidak terdapat pajak penghasilan perusahaan dan perseorangan. Asumsi yang mendasari;  (1) tidak ada biaya broker, (2) Tidak ada pajak, (3)Tidak ada biaya kebangkrutan, (4) Investor dapat meminjam pada tingkat yang sama sebagai perusahaan, (5) Semua investor memiliki informasi yang sama seperti manajemen tentang peluang investasi masa depan perusahaan, dan (6)EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang.
MM 2 (Effect of corporate tax):  leverage akan meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini terjadi karena bunga merupakan tax deductible expenses, oleh karena itu leverage firm’s operating income mengair ke investor.

Sumber:
Modigliani, Franco, and Miller, Merton H., 1958, The Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment, the American Economic Review, 48/3, 261 – 297.
Modigliani, Franco, and Miller, Merton H., 1963, The Cost of Capital, Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A Correction,  the American Economic Review, 53/3, 433 – 443.
Megginson, William L., 1997, Corporate Finance Theory, Massachusetts: Addison-Wesley.

2 komentar:

  1. Expectation theory ga ada ya ? ...

    BalasHapus
  2. Saya akan sangat merekomendasikan layanan pinjaman Mr Pedro kepada siapa pun yang membutuhkan bantuan keuangan, dan mereka akan membuat Anda tetap di atas direktori tinggi untuk kebutuhan lebih lanjut. Sekali lagi, saya memuji diri Anda dan staf Anda untuk layanan dan layanan pelanggan yang luar biasa, karena ini adalah aset besar bagi perusahaan Anda dan pengalaman yang menyenangkan bagi peminjam seperti saya. Berharap yang terbaik untuk masa depan Anda. Pak Pedro adalah cara terbaik untuk mendapatkan pinjaman mudah, ini email mereka. pedroloanss@gmail.com Atau WhatsApp: +18632310632   Terima kasih telah membantu saya dengan pinjaman sekali lagi dengan tulus hati saya selamanya berterima kasih.
    Anda dapat menghubungi Mr Pedro Jerome untuk bantuan keuangan berikut seperti Home Loan, Car Loan, Business Loan, Personal Loan, Merchant Loan, Loan.

    BalasHapus